SERAYUNEWS– Per hari ini, Minggu (21/4/2024) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali melemah bahkan sudah diangka Rp16.218,25 per 1 dollar AS. Nilai tukar tersebut menguat Rp100 setelah pada Kamis (18/4/2024) di angka Rp16.182,05.
Akibatnya, beberapa kebutuhan masyarakat yang masih mengandalkan bahan baku import menjadi terpengaruh. Dua di antaranya adalah tahu dan tempe.
Priono, perajin tahu asal Kecamatan Kalibening menjelaskan dampak kenaikan dolar AS tersebut. Situasi kenaikan dolar AS membuatnya putar otak. Pihaknya belum akan menaikkan harga atau mengubah ukuran tahu karena masih menggunakan stok lama kedelainya. “Ke depan gak tahu. Jika dolar Amerika masih terus naik, tentu kami akan berpola agar tidak berhenti membuat tahu,” katanya.
Menurut dia, untuk menaikkan harga tahu tidak mungkin dilakukan. Sebab, pasti ada keberatan dari para penjual dan masyarakat. Langkah yang diambil paling tepat yaitu dengan mengecilkan ukuran tahu.
“Kami masih pakai stok kedelai yang sudah dibeli beberapa waktu lalu. Dulu saya membeli kedelai seharga Rp11 ribu per kilogramnya. Dan untuk tahu harus pakai kedelai impor,” katanya.
Hal sama juga disampaikan Waslam, perajin tahu lainnya. Waslam juga akan melakukan antisipasi jika harga kedelai ikut naik mengikuti nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. “Misal kedelai naik menjadi Rp15 ribu per kilogramnya, tahu akan diperkecil daripada menaikkan harga,” katanya.
Kabid Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pada Disprindagkop UKM Banjarnegara, Budi Wahyono memberikan penjelasannya. Dia mengatakan, UMKM di Banjarnegara sebagian besar masih mengandalkan bahan baku produksi dalam negeri walaupun ada juga beberapa UMKM yang bergantung pada barang import.
“Ada beberapa UMKM yang import bahan seperti logam, peralatan rumah tangga, bahan plastik, bahan tekstil, komponen elektronik. Bahkan termasuk juga berbagai makanan termasuk buah buahan,” katanya. Selain itu, terdapat bahan baku indsutri kreatif seperti cat, kanvas, atau alat seni lainnya untuk industri seni dan kerajinan.
Bahan-bahan tersebut biasanya diimpor karena ketersediaan atau spesifikasi tertentu yang sulit ditemukan secara lokal, atau karena pertimbangan biaya dan kualitas yang lebih menguntungkan dari sumber impor.