SERAYUNEWS – Serial drama Malaysia berjudul Bid’ah tengah menyita perhatian warganet, khususnya penonton dari Indonesia.
Cerita dalam serial ini menggambarkan perjuangan seorang wanita muslimah dalam menyelamatkan ibunya dari jerat kelompok keagamaan sesat.
Kelompok keagamaan tersebut bernama Jihad Ummah. Kelompok ini melakukan berbagai penyimpangan atas nama agama, mulai dari poligami tak adil, pelecehan, hingga pernikahan tidak sah secara syariat.
Salah satu istilah yang muncul dan ramai diperbincangkan adalah “nikah batin”. Dalam salah satu adegannya, tokoh utama pria yang merupakan pemimpin kelompok sesat, Walid, melakukan praktik pernikahan batin dengan anggota perempuan.
Pernikahan tersebut tidak melibatkan wali manusia ataupun saksi manusia, melainkan hanya mengklaim Allah sebagai wali dan dua malaikat sebagai saksi.
Fenomena ini memicu banyak pertanyaan dari penonton. Apa sebenarnya nikah batin itu? Apakah sah menurut syariat Islam? Dan adakah praktiknya di dunia nyata, termasuk Indonesia?
Dalam serial tersebut, pemimpin kelompok Jihad Ummah, Walid, menikahi seorang jemaah perempuan secara batin.
Artinya, tidak ada wali dari pihak perempuan, tidak ada saksi manusia, dan tidak ada pencatatan resmi.
Pernikahan ini bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh kedua mempelai. Walid bahkan tidak memberi tahu istri pertamanya, Ummi Hafizah, tentang pernikahan tersebut.
Salah satu tokoh perempuan yang dijuluki Puteri Gunung Jerai mengaku bahwa dirinya telah menikah secara batin dengan Walid.
Ia mengklaim memiliki hak atas kepemimpinan dan dakwah sang pemimpin karena telah menjadi istri batinnya.
Klaim ini memperlihatkan bagaimana konsep nikah batin digunakan untuk memberi legitimasi spiritual yang tidak berdasar.
Dalam literatur fikih Islam, tidak dikenal istilah resmi yang disebut nikah batin. Namun, praktik serupa sempat muncul dalam sejarah pemikiran Islam dengan istilah Nikah Dawud, sebagaimana dikutip dari NU Online.
Nikah Dawud merujuk pada pernikahan tanpa wali dan tanpa saksi, yang dilakukan secara diam-diam, bahkan bisa terjadi hanya berdua di dalam kamar.
Meskipun pemikiran ini pernah muncul dalam sejarah, mayoritas ulama dari empat mazhab besar (Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali) telah menolak konsep pernikahan semacam itu. Islam menetapkan syarat-syarat sah dalam pernikahan yang wajib dipenuhi.
Dalam hukum Islam, agar sebuah pernikahan dianggap sah, harus dipenuhi lima syarat utama:
Tanpa adanya wali dan saksi, pernikahan dianggap tidak sah secara syariat. Hal ini penting untuk menjaga kejelasan status hukum pasangan serta anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut.
Di Indonesia, pernikahan tidak hanya dilihat dari sisi agama tetapi juga dari sisi hukum negara. Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setiap pernikahan harus dicatat oleh negara.
Hal ini untuk memberikan perlindungan hukum bagi suami, istri, dan anak-anak yang lahir dari pernikahan itu.
Pernikahan seperti nikah batin, yang tidak memenuhi syarat agama dan tidak dicatat oleh negara, sangat rentan merugikan pihak perempuan dan anak.
Tanpa dokumen resmi, perempuan tidak bisa menuntut haknya secara hukum, dan anak yang lahir berisiko kehilangan hak administratif seperti akta kelahiran atau hak waris.
Nikah batin sebagaimana digambarkan dalam serial Bid’ah bukanlah bentuk pernikahan yang sah dalam Islam.
Klaim bahwa Allah menjadi wali dan malaikat menjadi saksi tanpa keterlibatan manusia adalah bentuk manipulasi ajaran agama.
Pernikahan dalam Islam harus memenuhi lima rukun yang jelas dan dilakukan secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi.
Sebagai umat Islam, penting untuk terus memperdalam pemahaman agama agar tidak mudah tertipu oleh praktik keagamaan yang menyesatkan.
Drama ini bisa menjadi pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam memahami ajaran dan tetap berpegang pada kebenaran syariat. Semoga bermanfaat.***