
SERAYUNEWS- Shalat lima waktu adalah ibadah paling utama dalam Islam dan menjadi tiang agama bagi setiap muslim.
Pelaksanaan shalat tidak sekadar rutinitas ibadah, melainkan sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Allah SWT.
Karena kedudukannya yang sangat penting, setiap gerakan dan adab dalam shalat perlu dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat agar ibadah diterima dan bernilai sempurna.
Namun di tengah pelaksanaan shalat, sebagian orang memiliki kebiasaan memejamkan mata untuk membantu konsentrasi. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan:
Bagaimana sebenarnya hukum memejamkan mata saat shalat menurut Islam dan para ulama fikih?
Melansir laman resmi Kemenag, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya menjawab pertanyaan bolehkah memejamkan mata saat shalat? Berikut ini penjelasan lengkap ulama Fikih tentang hukumnya:
Dalam karya fikih klasik berjudul I’anatut Thalibin, ulama terkemuka Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan bahwa ketika menunaikan shalat, seorang muslim disunnahkan membuka mata dan mengarahkan pandangan ke tempat sujud.
Hal ini diyakini dapat membantu menghadirkan kekhusyukan (khusyuk) dan menjauhkan pikiran dari gangguan.
Syekh Abu Bakar Syatha menulis:
قوله: وسن إدامة نظر محل سجوده) أي بأن يبتدئ النظر إلى موضع سجوده من ابتداء التحرم، ويديمه إلى آخر صلاته، إلا فيما يستثنى
Artinya: “(Perkataannya: Dan disunnahkan terus memandang ke tempat sujud). Yaitu, seseorang hendaknya memulai pandangannya ke arah tempat sujud sejak awal takbiratul ihram dan menjaganya hingga akhir shalat, kecuali pada bagian-bagian tertentu.” (Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah: 1995], juz I, hal. 312)
Dari keterangan ini, jelas bahwa membuka mata dan memandang ke arah tempat sujud adalah sunnah yang membantu seseorang mencapai kekhusyukan dalam ibadahnya.
Syekh Abu Bakar Syatha juga menjelaskan bahwa kesunnahan membuka mata dapat berubah status hukumnya, tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi saat shalat.
Ada empat hukum berbeda yang bisa berlaku: mubah (boleh), makruh, sunnah, bahkan wajib.
1. Mubah (Boleh)
Secara umum, memejamkan mata saat shalat hukumnya boleh atau mubah. Tidak ada dalil syar’i yang secara tegas melarangnya.
Namun, tindakan ini dianggap meninggalkan yang lebih utama (khilaful awla), sebab yang lebih disunnahkan adalah membuka mata dan menatap tempat sujud agar ibadah lebih sempurna.
Dalam konteks ini, memejamkan mata tidak membatalkan shalat, tetapi juga tidak dianjurkan jika tanpa alasan yang jelas.
2. Makruh
Hukum makruh berlaku ketika seseorang memejamkan mata saat shalat di tempat yang berbahaya atau tidak aman. Misalnya di lokasi yang banyak binatang buas, perampok, atau situasi yang berisiko tinggi.
Membuka mata dalam kondisi seperti ini lebih diutamakan demi menjaga keselamatan jiwa dan konsentrasi, karena Islam tidak menghendaki umatnya beribadah dengan mengabaikan faktor keamanan.
3. Sunnah
Dalam kondisi tertentu, memejamkan mata justru disunnahkan. Hal ini berlaku bila di hadapan orang yang shalat terdapat hal-hal yang bisa mengganggu kekhusyukan, seperti gambar, tulisan, warna mencolok, atau orang yang lalu lalang.
Dengan memejamkan mata, seseorang dapat lebih fokus kepada Allah SWT tanpa teralihkan oleh hal-hal duniawi di sekitarnya. Tujuannya bukan untuk bergaya, tetapi agar hati lebih tenang dan ibadah lebih khusyuk.
4. Wajib
Hukum wajib berlaku apabila di sekitar tempat shalat terdapat hal yang haram untuk dilihat, misalnya aurat yang terbuka, pemandangan tidak pantas, atau sesuatu yang mengandung dosa pandangan.
Dalam situasi seperti ini, menutup mata menjadi wajib sebagai bentuk penjagaan pandangan dan kehormatan ibadah.
Hal ini juga selaras dengan prinsip Islam untuk menundukkan pandangan dan menjaga kesucian hati selama beribadah.
Jadi Boleh, Tapi Perhatikan Tujuan dan Kondisinya
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Membuka mata dan melihat ke tempat sujud lebih utama dan disunnahkan.
2. Memejamkan mata boleh jika bertujuan untuk menambah kekhusyukan.
3. Makruh jika membahayakan diri atau dilakukan tanpa alasan.
4. Sunnah jika ada hal yang mengganggu pandangan.
5. Wajib bila di sekitar ada hal haram yang harus dihindari.
Jadi, tidak ada larangan mutlak untuk memejamkan mata saat shalat, tetapi niat dan kondisi menjadi penentu hukumnya.
Prinsip utamanya tetap satu: shalat dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan menjaga adab yang diajarkan Rasulullah SAW.
Wallahu a‘lam bish-shawab.