Calung Banyumasan adalah kesenian yang familiar. Calung ini dikenal di daerah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen. Sejarah adanya calung tidak terlepas dari keadaan di masa lalu.
Ternyata, sejarah calung Banyumasan ini tidak lepas dari penyebaran Islam di tanah Banyumas. Sejarahnya, pada 1755, ada seorang tokoh agama Islam bernama Kiai Nurdaiman. Dia berdakwah di daerah Banyumas. Kala itu, dalam rangka peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, Kiai Nurdaiman ingin mengumpulkan orang.
Nah, satu cara yang dia lakukan adalah menarik perhatian orang untuk kumpul dengan alat musik. Alat musik itu dia buat sendiri. Alat musik tersebut dibuat dari bambu wulung yang dipotong-potong sepanjang 30 sentimeter.
Potongan bambu itu diselaraskan sehingga menghasilkan bunyi yang indah. Instrumen itu dibunyikan denganc ara diletakkan di atas kaki penabuh yang membujur.
Pada tahun 1900-an, calung mengalami modifikasi. Jika awalnya diletakkan di kaki penabuh, saat itu calung diletakkan di atas sandaran bambu. Di masa itu pula calung dimainkan di pendapa Kabupaten Banyumas.
Sejak dimainkan di pendapa Kabupaten Banyumas, calung menjadi familiar. Banyak orang yang mengerti calung. Tak sedikit pula yang membuat calung. Musik calung digunakan untuk mengiringi tari-tarian seperti gambyong Banyumasan disertai sinden.
Di masa kini, kesenian calung juga terus diperkenalkan ke generasi penerus. Salah satu yang dilakukan adalah dengan memasukkan calung di dunia pendidikan formal. Sehingga, ada kesempatan dari generasi muda untuk mengenal calung.
Referensi
Koderi: Banyumas, Wisata dan Budaya
Yustina Hastrini Nurwanti, Darto Harnoko, Theresiana Ani Larasati: Sejarah Perkembangan Ekonomi dan Kebudayaan di Banyumas Masa Gandasubrata Tahun 1913-1942
Udi Utomo: Instrumen Musik Calung Banyumasan: Perubahan Organologi, Kemungkinan Adaptasi dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Seni Musik di Sekolah