Purwokerto, Serayunews.com
Ketua BAN SM, Dr. Toni Toharudin M.Sc menyampaikan, saat ini posisi kualitas pendidikan Indonesia masih di peringkat bawah, sehingga perlu dilakukan perbaikan aturan. Salah satunya dalam hal akreditasi sekolah. Untuk akreditasi, sekarang berpedoman pada PP nomor 4 Tahun 2022 tentang standar nasional pendidikan, dimana aturan ini merupakan perubahan dari PP nomor 57 Tahun 2021.
“Dalam konteks akreditasi, regulasi baru ini menandai lahirnya babak baru kualitas pendidikan di Indonesia. Selama ini akreditasi belum menghadirkan potret penjaminan mutu secara berkelanjutan dan dalam aturan baru ini, akreditasi sudah dilakukan secara berkesinambungan,” jelas Toni dalam zoom meeting Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Senin (21/3/2022).
Paradigma baru akreditasi, lanjut Toni, menyasar pada tiga komponen penting, yaitu mutu guru, performance satuan pendidikan, dan proses pembelajaran. Kualitas guru sangat penting, mulai dari tingkat pendidikan apakah minimal sudah sarjana, sudah mengikuti sertifikasi dan lainnya. Begitu pula dengan performance sekolah dan proses pendidikan karena akan berpengaruh pada mutu lulusan.
Menurut Toni, jika assessment nasional dilakukan secara komprehensif, maka data yang dihasilkan akan mampu menggambarkan kualitas pendidikan di Indonesia. BAN SM sendiri selaku lembaga independen, mempunyai kebijakan untuk memperpanjang sekolah-sekolah madrasah yang dalam status quo. Sedangkan untuk sekolah madrasah yang mengalami penurunan kualitas, maka akan dilakukan visitasi.
“Kita juga membuka kesempatan kepada satuan pendidikan yang statusnya naik, maka akan menjadi sasaran akreditasi. Dalam hal ini laporan masyarakat terkait performance sekolah juga akan menjadi bahan analisis tim assessment,” terangnya.
Untuk pengajuan status pendidikan, dilakukan minimal dalam kurun waktu 2 tahun. Sehingga peningkatan atau perubahannya sudah terlihat. Toni mencohkan, untuk proses assessment, akan diturunkan dua orang assesor ke sekolah. Mereka akan menilai terkait performance sekolah seperti sarana dan pra sarana hingga pemanfaatan sarpras tersebut. Assessment dilakukan selama dua hari dan ada 35 butir yang dinilai untuk sekolah secara umum. Selain itu ada butir kekhususan yang diberlakukan untuk SMK ada 9 butir, SLB 5 butir dan SD 1 butir.
“Saat ini jumlah sekolah kita kisaran 270.000 dan untuk madrasah ada sekitar 50.000. Madrasah ini sebagian besar berada di pelosok dan banyak dikelola pihak yayasan. Untuk akreditasi, posisi saat ini 80 persen sekolah madrasah sudah terakreditasi A dan B,” jelas alumni Universitas Padjajaran yang juga menempuh pendidikan S2 di Belgia dan S3 di Belanda ini.
Dengan adanya aturan baru akreditasi ini, banyak sekolah yang tidak bisa mempertahankan status akreditasinya. Menurut Toni, hal tersebut merupakan proses pembenahan, sehingga dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia sudah mengalami peningkatan secara signifikan.