SERAYUNEWS – Penanganan kesehatan mental dan jiwa masih cukup sulit, karena kontra dengan banyaknya stigma dan diskriminasi yang mempengaruhinya.
Hal itu di sampaikan Kepala Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas, dr Hilma Paramita.
Mengutip Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gueterres, dr Hilma menyampaikan, kesehatan mental sangatlah penting bagi umat manusia. Supaya memungkinkan untuk menjalani kehidupan yang memuaskan, serta berkontribusi penus kepada komunitas.
“1 dari 8 orang di seluruh dunia, hidup dengan masalah kesehatan mental yang memberi dampak besar pada perempuan dan generasi muda. 3 dari 4 orang yang terkena, tidak mendapatkan pengobatan yang memadai. Bahkan, sebagia tidak menerima pengobatan sama sekali. Masih banyak stigma dan diskriminasi yang mempengaruhi hal ini,” ujar dia, Sabtu (7/10/2023).
dr Hilma mengajak bersama-sama untuk mengatasi akar permasalahannya seperti kemiskinan, kesenjangan, kekerasan serta diskriminasi.
“Sudah saatnya bersama kita ciptakan masyarakat yang lebih berbelas kasih dan tangguh. Apalagi setiap hari kita mendengar, membaca dan melihat berbagai media menyuguhkan berita tentang bunuh diri. Belum lagi kekerasan yang sulit di pahami oleh akal sehat dan nurani,” kata dia.
Itu semua menurutnya, sangat melukai perasaan orang terdekat dan menyerang rasa aman kita Baik untuk diri sendiri, keluarga terutama anak-anak kita.
“Penyanyi dan artis Korea Selatan, Choi Jin-Ri atau terkenal dengan nama Sulli, di temukan tewas di usianya 25 tahun. Polisi menyebutkan, penyebab kematiannya adalah bunuh diri. Setelah pendalaman, ternyata ia juga telah lama berperang dengan kondisi depresinya, akibat sering mendapat komentar negatif di media sosial,” ujarnya.
Bahkan ada juga kasus seorang mahasiswa universitas terkenal, bisa membunuh rekan sendiri dengan alasan terjebak judi online. Belum lagi berita anak kelas 4 SD bunuh diri, meloncat dari gedung sekolahnya, atau anak SD membully adik kelasnya dengan menyuruh meminum air seninya.
“Apakah kita semua akan baik-baik saja? Akankah semua kejadian itu bisa menimpa kita? Mengapa mereka melakukan itu? Semua seperti pertanyaan besar yang menguap di udara, tidak semua terjawab. Kita cuma bisa mengira-mengira dan menelan saja fakta-fakta itu, tanpa bisa mencernanya baik-baik,” katanya.
Menurutnya, hal itu fenomena gunung es di atas permukaan laut. Ada banyak problem kesehatan mental, tidak semuanya nampak. Orangtua bahkan kewalahan menghadapi anak-anak yang ketagihan gadget, sulit di kendalikan, mogok sekolah, memilih tetap di kamar dan tidak mau keluar rumah sampai berbulan-bulan.
Belum lagi mereka embangkang, sulit mengendalikan emosi, sehingga sebagai orangtua bahkan mengalami ketakutan dengan ledakan amarah anaknya.
Terkait persoalan tersebut, Ia berharap agar stigma yang ada bisa stop sehingga pengobatan kesehatan mental bisa di lakukan dengan baik.
“Dengan BPJS, layanan kesehatan jiwa jadi lebih terjangkau dan dapat di nikmati seluruh kalangan masyarakat. Dukungan keluarga dan masyarakat bagi ODGJ, di harapkan bisa meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup ODGJ,” kata dia.