Advertisement
Advertisement
Kampung Sri Rahayu yang terletak di Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas selalu menyisakan banyak cerita. Termasuk pertumbuhan kehidupan beragama warga yang mengalami banyak perkembangan. Jika dulu untuk menghadirkan mereka dalam sebuah pengajian saja harus menyediakan sembako sebagai penarik, kini justru mereka mulai berbagi dan bersiap untuk kurban pada hari raya Iduladha nanti.
Purwokerto, Serayunews.com
Gelap menyelimuti kampung yang terletak di pusat Kota Purwokerto tersebut, bahkan rintik hujan mulai turun saat beberapa orang berduyun-duyun datang ke Pusat Studi Dakwah Komunitas (PSDK). Dengan sedikit tergopoh, mereka menuju PSDK, terlebih beberapa kaum ibu yang membawa anaknya. Sambil sedikit berlari dan melindungi anaknya dengan kain seadanya dari gerimis, mereka terus menuju rumah di sudut kampung tersebut.
Malam itu, ustaz yang dijadwalkan hadir memberikan pengajian adalah Ustaz Abdurrahman. Peserta pengajian yang perempuan menempati posisi di sebelah kanan dan yang laki-laki dengan rapi duduk memadati bagian kiri. Tepat pukul 19.30 WIB, pengajian dimulai. Warga pun tampak serius menyimak materi pengajian dari sang ustaz.
Ustaz Abdurrahman menyampaikan materi tentang penerapan akhlak dan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari kehidupan dalam rumah tangga, hubungan antara suami, istri serta anak, hingga hubungan antar saudara, tetangga dan kehidupan sosial secara luas.
Suasana pengajian yang dipenuhi dengan warga ini, tidaklah tercipta dengan mudah. Dibalik pengajian yang sekarang rutin diadakan tiga kali dalam satu minggu, ada sosok Bayu Kurniawan, warga keturunan yang sudah menjadi mualaf dan menjadi penggerak berbagai pembelajaran di Kampung Sri Rahayu.
Terkait awal mula pengajian tersebut, Bayu bertutur, tidak mudah untuk mengajak warga Kampung Sri Rahayu belajar mengaji. Sebab, sudah sejak lama kehidupan dan lingkungan mereka jauh dari pendidikan formal ataupun pendidikan agama. Sebagian besar warga kampung merupakan pengemis, pengamen, dan ada juga yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
ʺPertama kali pengadakan pengajian, undangan saya sampaikan melalui ketua RT setempat. Dan supaya warga mau datang, dalam undangan tertulis, ʼundangan bisa ditukar dengan paket sembakoʼ. Ternyata cara tersebut sangat ampuh, pengajian perdana ada 400 an warga yang hadir,ʺ tutur Bayu, Sabtu (21/5/2022).
Bayu memberikan sembako untuk ratusan warga yang hadir dari dana pribadinya. Awalnya pengajian dilakukan seminggu sekali dan frekuansinya terus ditingkatkan tiap bulannya.
Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit jatah sembako yang diberikan dikurangi, bahkan terkadang warga yang datang ke pengajian hanya diberikan snak saja. Meskipun begitu, ternyata banyak warga yang tetap hadir dalam pengajian.
“Niat saya adalah supaya mereka mendapat tempat untuk belajar ilmu agama dan sembako hanya sebagai penarik di awal saja. Karena materi pengajian yang kebanyakan tentang kehidupan sudah menyentuh hati mereka, maka ketika paket sembako tersebut dihilangkan, tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap mengaji,” jelasnya.
Belajar Berbagai
Tidak berhenti pada tumbuhnya keinginan untuk belajar ilmu agama saja, tahun ini Bayu mulai memprakarsai gerakan semangat untuk berkurban. Massa pengajian yang meluas dan sekarang tidak hanya dari Kampung Sri Rahayu saja, membuat semangat berbagi ini juga meluas. Pengajian tersebut sekarang dikenal sebagai pengajian kaum duafa.
Dalam setiap pengajian, dibuka kesempatan bagi warga yang mau menabung untuk berkurban. Dan saat ini tabungan sudah terkumpul cukup banyak.
“Walaupun mungkin secara aturan agama, kurban yang digotong bersama-sama banyak orang tersebut belum memenuhi syarat berkurban, namun yang ingin kita tanamkan adalah belajar untuk bisa berbagi di tengah keterbatasan yang ada. Dan ini adalah tahun pertama, mereka para jamaah pengajian di sini akan berkurban,” kata Bayu.
Salah satu jemaah pengajian, Riswati mengatakan, ia ikut menabung untuk berkurban. Meskipun dalam setiap pengajian ia hanya bisa memberikan uang kisaran Rp 10.000 atau terkadang hanya Rp 5.000, namun ia merasa yakin jika Tuhan memahami niatnya untuk berbagi.
Riswati yang merupakan seorang pengemis ini menyatakan, tekadnya untuk bisa berkurban sudah lama ia pendam. Namun untuk membeli kambing satu ekor sendiri, ia masih tidak mampu. Sehingga saat dibuka kesempatan berkurban bersama-sama warga pengajian, ia sangat antusias.
“Yang terpenting niatnya berbagi, seperti ceramah yang sering disampaiakan para ustad di pengajian. Soal diterima atau tidak, itu urusan kita dengan Allah SWT,” ucapnya.
Manfaat dari pengajian rutin yang diawali dari sebungkus sembako ini mulai terasa pada kehidupan warga, terutama warga di kampung Sri Rahayu. Mereka mulai terbuka pola pikirnya, temasuk dalam hal pendidikan anak yang mulai dianggap penting oleh mereka. Dari generasi ke generasi, jumlah anak-anak yang bersekolah semakin banyak dan pengajian rutin di PSDK juga terus dipadati warga.