Pengelola ingin mengajak pengunjung bernostalgia pada masa lalu. Suasana desa yang mungkin sudah banyak orang rindu. Kekuatan utama pada destinasi ini adalah tema pertanian dan pedesaan. Lahan dengan luas sekitar 5 ha, sebagian besar dipertahankan menjadi sawah yang digarap warga setempat.
Selebihnya, didirikan sejumlah fasilitas untuk memanjakan pengunjung. Pemilihan bahan tetap mempertahankan kesan pedesaan. Tidak banyak besi dan beton. Pengelola memilih kayu dan bambu sebagai dominasi bangunan.
“Green Sabin ini cenderung sebagai destinasi wisata edukasi dan ini terobosan untuk membuat generasi muda jadi tertarik dengan bidang pertanian,” kata Raditya Banuaji P, manager Green Sabin.
Selain resto, aula terbuka, dan cottage, ada juga museum pertanian. Meski belum lengkap, tapi sejumlah peralatan pertanian tradisional dipamerkan. Tak hanya mengenang saja, pengunjung juga bisa melakukan aktivitas bercocok tanam.
Meski menghadirkan nuansa pedesaan, Green Sabin tetap memberikan sentuhan modern lho. Pengunjung bisa berswafoto di beberapa spot yang disediakan. Setiap sudut di Green Sabin cukup instagramable. Tak heran, tempat ini terus ramai dikunjungi. Mulai dari anak muda, sampai rombongan keluarga.
“Sentuhan modern tetap perlu diadakan, biar tidak terlalu monoton. Tapi tidak meninggalkan kesan tradisionalnya,” ujarnya.
Puas dengan suasana siang? Jangan dulu. Green Sabin buka sampai malam. Suasana semakin syahdu pada malam hari. Tatanan lampu yang tak terlalu terang memberi kesan tenang. Obrolan bersama kawan, sahabat, pacar, atau keluarga makin asyik diiringi suara jangkrik. Tentunya, itu yang tidak ditemui di perkotaan.
“Kami menawarkan suasana malam juga, tatanan lighting juga sangat bagus untuk berswafoto,” ujarnya.