SERAYUNEWS – Harga kedelai impor yang terus merangkak naik, menjadikan perajin tempe di Banyumas memutar otak. Dalam menyiasatinya, mereka terpaksa memperkecil ukuran tempe buatannya.
Produsen tempe di Desa Pliken, Cici menyampaikan, kenaikan harga kedelai sudah terjadi sejak akhir Oktober lalu. Dia mengaku kesulitan menjual tempe, ketika harus menaikan hargajual kepada pelanggan.
“Kalau menaikan harga tempe, pembelinya yang tidak mau. Tapi kalau tidak naik, kita bisa pas pasan atau malah rugi,” katanya, Kamis (09/11/2023).
Kenaikan harga kedelai, sangat terasa bagi para perajin tempe. Setiap hari, Cici memerlukan sedikitnya 50 kg kedelai untuk memperoduksi tempe. Sedangkan untuk pembelian, biasanya dia langsung beli dalam kapasitas banyak.
Agus, produsen lain di Desa Pliken juga mengakui, ada efek yang dia rasakan atas kenaikan harga kedelai. Dia yang juga memproduksi 50 kilogram setiap hari, mengaku harus berpikir bagaimana menyiasati kondisi ini.
Tempe produksinya, seluruhnya dia pasarkan ke wilayah Kabupaten Purbalingga. Di sana, dia sudah punya pelanggan tetap.
“Kalau kita naikin harga susah, pelanggan yang tidak mau. Padahal bahan baku naik,” katanya.
Namun demikian, namanya usaha harus dapat untung. Sehingga dalam menyiasati kondisi ini, dia tawarkan pilihan ke pelanggan antara mengurangi ukuran atau menambah harga dengan ukuran normal.
“Akhirnya ya saya tawarkan, lalu saya voting. Pelanggan kecenderungan minta harga biasa, jadi mau tidak mau ukurannya yang jadi lebih kecil,” kata dia.