Darso (57), perwakilan warga setempat mengaku, mereka melakukan tidakan tersebut karena kecewa pihak terkait tak kunjung menyelesaikan pembayaran atas tanah warga yang kini dijadikan jalan menuju TPA Gunung Cunil.
Bahkan kata Darso yang juga jadi pemilik tanah tersebut mengaku, dia sudah sangat bersabar karena tanah seluas 14 ubin miliknya itu dijanjikan bakal dibayar sejak dua tahun lalu.
“Dari dulu dijanjikan terus, sampai sekarang tidak ada kejelasan. Bahkan ini tanah saya tiba-tiba separuhnya digunakan untuk pelebaran jalan, diaspal digunakan untuk kendaraan yang menuju TPA, ” ujar dia.
Meski digunakan sebagai akses jalan umum, Darso bahkan masih menerima tagihan pajak setiap tahunnya dengan nominal yang sama.
“Tuntutan saya, kalau mau dibayar ada kepastian. Kalau tidak, ya sudah dikembalikan seperti semula, mau saya paculi lagi. Saya tidak ada urusan sampah, saya urusannya jalan, ” Katanya.
Darsim (41), warga Desa Wiradadi RT 1 RW 4 yang tanahnya berada di Desa Sokawera dan juga dijanjikan akan dibayar tanahnya, hingga sekarang mengaku tidak mendapat kepastian. Dia juga sudah dijanjikan bakal mendapat bayaran dua tahun lalu.
“Mau saya tanami pohon jati dan pisang kalau memang tidak jadi dibayar. Saya dulu sering diundang ke kantor desa, katanya diminta sertifikat. Tanah saya itu panjangnya 160 meter persegi, ” ujarnya.
Warga yang merasa kesal akhirnya menutup jalan tersebut, menggunakan bambu dan karung bertuliskan akses jalan ditutup.
Karwan (56), warga Desa Pegalongan pemilik tanah yang sekarang dijadikan lahan TPA mengaku, tidak masalah dengan adanya penutupan jalan tersebut. Ia menyerahkan semuanya ke pihak terkait.
“Tanah saya satu hektar lebih. Memang tidak ada sewa dari pemerintah, jadi sistemnya kontrak. Di bayarnya setiap kendaraan pengangkut sampah yang masuk, sehari bisa sampai 20 truk, satu truknya Rp 200 ribuan, ” katanya.