SERAYUNEWS– Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak sejumlah pegiat seni dan influencer dalam kunjungan kerja ke Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Minggu (28/7/2024).
Tampak di antaranya adalah Raffi Ahmad, Nagita Slavina, Irwansyah, Zaskia Sungkar, Atta Halilintar, Aurel Hermansyah, Sintya Marisca, Ferry Maryadi, Gading Marten, Poppy Sovia, Willie Salim, Meicy Villia, hingga Dian Ayu Lestari.
Kehadiran influencer bersama Jokowi di IKN mendapat kritik dari pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga. Menurutnya keberadaan influencer itu dilakukan untuk mengcounter isu negatif terkait IKN.
“Kehadiran influencer bersama Jokowi di IKN tentu aneh dan mengejutkan. Sebab, tidak jelas relevansi isu negatif itu memang sudah mengemuka sejak Jokowi menyatakan ibu kota pindah ke IKN. Isu negatif itu terus menguat hingga Jokowi gagal berkantor di IKN pada awal Juli 2024,” kata Jamiluddin (29/7/2024).
Sementara itu, Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai semua orang sudah tahu rencana ibu kota dipindahkan ke IKN. Tidak heran jika publik bertanya-tanya apa pentingnya pesohor diajak ke IKN.
“Apa signifikannya artis itu jadi public relation IKN jika tak mampu datangkan investor,” kata Adi Prayitno (29/7/2024).
Terakhir, Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menganggap Jokowi sedang panik sehingga mengajak influencer ke IKN hanya untuk memoles citra IKN agar positif.
“Kelihatannya Jokowi agak panik, agak stres di masa kepemimpinan beberapa bulan lagi. Jokowi menggunakan cara instan, influencer untuk membangun berita positif. Berita baik kepada publik. Tapi kan ada gap. Kalau IKN belum beres,” ujar Adi (29/7/2024).
Influencer atau pesohor media sosial telah menjadi kekuatan penting dalam lanakap politik modern. Dengan basis pengikut yang besar dan loyal, mereka memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini publik.
Influencer sering orang anggap sebagai one of us atau bagian dari masyarakat umum. Mereka memiliki pengikut dan mampu memberikan opini yang membentuk pandangan follower atau pengikutnya.
Para pengikut menerima dan mengikuti pesan dengan mudah, karena terasa lebih nyata serta dapat mereka percaya daripada iklan politik tradisional.
Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), influencer bahkan menjadi alat pemerintah untuk menyampaikan pesan atau agenda tertentu.
Dari penelusuran ICW yang merujuk pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di 34 kementerian dan non-kementerian termasuk dua lembaga hukum, hampir semuanya menggunakan jasa influencer atau pemengaruh
Hal itu dapat kita lihat dari anggaran belanja pemerintah untuk aktivitas digital, berdasarkan kata kunci influencer atau key opinion leader, pada periode 2017‒2020 ada 40 paket dengan nilai Rp90,45 miliar.***(Kalingga Zaman)