SERAYUNEWS – Nyadran merupakan tradisi Jawa yang masih lestari hingga kini, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan sebagian Yogyakarta.
Kapan Nyadran 2025 dilakukan? Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat menjelang bulan suci Ramadan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta mempersiapkan diri secara spiritual dalam menyambut ibadah puasa.
Nyadran biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa, yang bertepatan dengan bulan Syakban dalam kalender Hijriah.
Pada tahun 2025, bulan Syakban jatuh pada akhir Januari 2025 hingga akhir Februari. Bulan Februari 2025 bertepatan dengan bulan Ruwah 1958 dalam kalender Jawa 2025.
Kegiatan Nyadran akan dilakukan dalam rentang waktu tersebut, sebelum memasuki bulan Ramadan.
Penentuan tanggal pasti Nyadran di tiap daerah bisa sedikit berbeda karena mengikuti perhitungan tradisional masing-masing.
Namun, umumnya, acara ini dilaksanakan sekitar dua minggu hingga beberapa hari sebelum Ramadan dimulai.
Nyadran tidak sekadar menjadi ajang berkumpulnya keluarga besar, tetapi juga memiliki berbagai rangkaian ritual yang masih dijaga kelestariannya hingga kini. Berikut beberapa tradisi yang dilakukan dalam Nyadran:
Ziarah kubur menjadi inti dari tradisi Nyadran. Keluarga berkumpul untuk mengunjungi makam leluhur, membersihkan area pemakaman, serta mendoakan arwah para pendahulu mereka.
Doa-doa yang dipanjatkan biasanya berupa tahlil, yasinan, dan pembacaan surat-surat Al-Qur’an yang diperuntukkan bagi mereka yang telah wafat.
Selain ziarah kubur, masyarakat juga mengadakan kenduri atau selamatan yang dilakukan secara bersama-sama. Acara ini melibatkan pembacaan doa dan tahlil yang dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh desa.
Dalam kenduri ini, terdapat tradisi berbagi makanan yang disebut dengan ‘berkat’. Makanan tersebut biasanya berupa nasi tumpeng, lauk-pauk, dan aneka jajanan tradisional.
Di beberapa daerah, masih ada kebiasaan menghaturkan sesaji berupa makanan dan bunga sebagai simbol penghormatan kepada arwah leluhur.
Sesaji ini diletakkan di makam atau di tempat khusus di rumah sebagai bagian dari ritual Nyadran.
Selain doa dan sesaji, gotong royong membersihkan makam menjadi kegiatan yang wajib dilakukan dalam tradisi Nyadran.
Warga desa atau keluarga besar bersama-sama mencabut rumput liar, menyapu area makam, dan memperbaiki batu nisan yang rusak. Hal ini mencerminkan nilai kebersamaan dan kepedulian terhadap leluhur.
Di beberapa daerah, seperti di Magelang, Banyumas, Boyolali dan Klaten, tradisi Nyadran dilengkapi dengan kirab budaya.
Warga mengenakan pakaian adat Jawa, membawa gunungan hasil bumi, serta diiringi oleh gamelan. Kirab ini menjadi daya tarik wisata sekaligus melestarikan budaya lokal.
Tradisi Nyadran memiliki makna mendalam bagi masyarakat Jawa. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, Nyadran juga menjadi sarana introspeksi diri sebelum memasuki bulan Ramadan.
Nilai-nilai gotong royong, kekeluargaan, dan spiritualitas sangat kental dalam setiap prosesi yang dilakukan.
Dengan tetap melestarikan tradisi Nyadran, masyarakat tidak hanya menjaga budaya warisan leluhur, tetapi juga memperkuat hubungan sosial dan spiritual.
Oleh karena itu, bagi masyarakat yang masih menjalankan tradisi ini, Nyadran 2025 menjadi momentum penting untuk bersilaturahmi, berdoa, dan mempersiapkan diri menyambut Ramadan dengan hati yang bersih.
Tradisi ini masih dijalankan oleh masyarakat Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dengan berbagai prosesi seperti ziarah kubur, kenduri, sesaji, gotong royong, dan kirab budaya di beberapa daerah.
Lebih dari sekadar ritual, Nyadran memiliki nilai spiritual dan sosial yang mendalam, menjadikannya sebagai salah satu tradisi penting dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Semoga dengan melestarikan Nyadran, kita dapat terus menjaga nilai-nilai budaya dan kebersamaan yang diwariskan oleh leluhur. Selain itu, umat Islam dapat mempersiapkan diri menyambut Ramadan dengan hati yang bersih.
***