Purwokerto, Serayunews.com- Peneliti Indonesia semakin hari semakin banyak. Satu di antaranya seorang dosen dari Kabupaten Banyumas tepatnya dosen Fakultas Farmasi UMP, Susanti (37) seorang diaspora Indonesia yang ikut dalam Konsorsium Riset dan inovasi Covid-19.
Wanita yang pernah menderita kanker usus besar ini pun meneliti penyakit yang pernah dideritanya. Saat ini, ia tengah menempuh studi patologi di Sekolah Kedokteran University of Nottingham, Inggris. Dan tengah berusaha untuk mengambil peran dalam penanganan pandemic virus covid-19 di Indonesia.
“Ketika ada kasus terkonfirmasi positif di Indonesia, saya langsung kontak Pak Ali Ghufron, ‘Apa yang bisa saya bantu?’ Beliau mengatakan nama saya dimasukkan ke konsorsium sebagai salah satu diaspora,” katanya.
Santi juga diajak bergabung menjadi anggota Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 di bawah Kementrian Riset dan Teknologi. Konsorsium itu diketuai oleh Direktur Jendral Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufrom Mukti.
Ia mengemban tugas merumuskan penelitian bersama antara tim dari University of Nottingham dan LIPI perihal metode PCR yang efektif untuk mendeteksi Covid-19. Mereka juga mengembangkan cara sequencing yang lebih mudah untuk mengenali SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Selama menjadi Dosen di Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Santi sudah akrab dengan uji PCR jauh sebelum Covid-19 merebak. Penelitian doktoralnya tentang studi genetic pada kanker usus besar atau kolorektal menggunakan cara ini.
“Tes PCR itu sudah menjadi kegiatan sehari-hari saya,” katanya.
Pengalaman bertaruh nyawa saat awal 2014 ia divonis menderita kanker usus stadium III membuatnya tertarik meneliti penyakit tersebut. Ia mengaku paham betul hanya 50-70 persen penderita yang bisa bertahan hidup sampai lima tahun. Kalaupun pulih, ia juga sadar kemungkinan kambuhnya besar.
Selama tiga tahun ia bolak balik oprasi dan menjalani kemoterapi. Sepanjang proses tersebut, santi menyimpan banyak pertanyaan. Satu di antaranya tentang mengapa ia bisa menderita kanker usus besar ketika usianya masih awal 30-an tahun.
“Dari banyak literatur yang saya baca ternyata menderita kanker usus besar pada usia muda lebih lumrah terjadi di Indonesia. Satu dari tiga penderitanya berusia di bawah 40 tahun. Pengalaman ini membuat saya kembali bersemangat melanjutkan studi,” katanya.
Sementara itu, Rektor UMP Dr Anjar Nugroho mengungkapkan UMP mendukung penuh staf pengajarnya untuk melanjutkan studi ke jenjang strata tiga (S3) ke luar negeri.
“Dosen yang masih muda kami upayakan untuk melanjutkan pendidikan studi S3 ke luar negeri. Salah satunya Susanti, Dosen Farmasi UM Purwokerto yang sedang S3 di University of Nottingham, pakar uji PCR untuk tes Covid 19 yang diakui dunia. UMP untuk Indonesia, Dunia dan Kemanusiaan,” kata dia.