SERAYUNEWS – Nyadran merupakan tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa menjelang bulan Ramadan.
Tradisi ini memiliki nilai spiritual dan sosial yang kuat karena mencerminkan rasa hormat kepada leluhur serta mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Nyadran berasal dari kata “sadran”, yang diyakini berkaitan dengan kata dalam bahasa Arab “sadr” yang berarti “kesadaran” atau “pemahaman”. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghayatan dan persiapan menyambut bulan suci Ramadan.
Nyadran sudah ada sejak zaman nenek moyang dan merupakan akulturasi antara budaya Hindu-Buddha dengan ajaran Islam yang kemudian berkembang di Nusantara.
Ritual ini berfungsi sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal serta mengingatkan masyarakat akan kehidupan yang sementara di dunia.
Tradisi ini juga menjadi momen refleksi bagi umat Islam sebelum memasuki bulan suci Ramadan, sehingga hati dan pikiran lebih siap dalam menjalankan ibadah puasa.
Masyarakat Jawa masih mempertahankan berbagai rangkaian kegiatan dalam tradisi Nyadran. Berikut beberapa kegiatan utama yang dilakukan:
1. Doa Bersama dan Pengajian
Selain ziarah, warga juga mengadakan doa bersama atau pengajian yang biasanya dilaksanakan di masjid, mushola, atau rumah-rumah warga.
Dalam pengajian ini, para pemuka agama akan menyampaikan ceramah tentang keutamaan bulan Ramadan serta pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama.
2. Kenduri atau Selametan
Kenduri atau selametan merupakan bagian penting dari Nyadran. Biasanya, masyarakat menggelar acara makan bersama setelah doa dan pengajian.
Hidangan khas seperti nasi tumpeng, apem, dan jajanan pasar sering disajikan dalam acara ini. Kenduri bertujuan untuk memanjatkan syukur kepada Tuhan serta mempererat hubungan sosial antarwarga.
3. Membuat dan Membagikan Sesaji
Sebagian masyarakat Jawa masih mempertahankan tradisi membuat sesaji yang berisi berbagai makanan dan diletakkan di makam leluhur.
Ini merupakan warisan budaya yang berkembang sejak masa Hindu-Buddha, meskipun dalam Islam tidak diwajibkan.
4. Ziarah Kubur
Salah satu kegiatan utama dalam tradisi Nyadran adalah ziarah kubur. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi makam leluhur, membersihkan area makam, menaburkan bunga, dan membacakan doa atau tahlil.
Ini sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau keluarga yang telah meninggal serta doa untuk arwah mereka.
Meskipun zaman terus berkembang, tradisi Nyadran masih tetap dilakukan oleh banyak masyarakat Jawa. Bahkan, di beberapa daerah, acara ini menjadi bagian dari wisata budaya yang menarik perhatian wisatawan.
Dengan adanya kemajuan teknologi, penyelenggaraan Nyadran juga disiarkan secara virtual sehingga sanak saudara yang berada jauh tetap bisa ikut serta dalam doa bersama.
Tradisi Nyadran bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam menjaga nilai-nilai kebersamaan, menghormati leluhur, dan mempersiapkan diri menyambut Ramadan.
Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat dapat terus menjaga kearifan lokal sekaligus memperkuat spiritualitas menjelang bulan suci.
Dengan demikian, Nyadran bukan hanya sekadar tradisi turun-temurun, tetapi juga menjadi pengingat bagi setiap individu untuk selalu menghargai sejarah, merawat hubungan sosial, dan memperdalam nilai-nilai keagamaan.
Itulah penjelasan tentang Nyadran jelang Ramadan yang masih dilakukan masyarakat Jawa.
***