Mengkhawatirkan, Kejahatan Seksual di Cilacap Capai 100 Kasus

CILACAP,SERAYUNEWS-Kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur makin marak dalam beberapa hari terakhir. Rumah Persinggahan Trauma Center (RPTC) Dinas Sosial Kabupaten Cilacap mencatat, dalam kurun waktu dua tahun terakhir tercatat kurang lebih 100 kasus kekerasan dan kejatahan seksual terhadap anak. RPTC sebelumnya dibawah Struktur Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Cilacap. Per 1 Januari 2017, RPTC berada di bawah naungan Dinas Sosial.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian, (sebelumnya Dinsosnakertrans) Kosasih menjelaskan, dari data hingga Desember 2016 RPTC telah menangani 100 kasus kekerasan dan kejahatan seksual. Sebagian besar korban yang ditangani anak perempuan dibawah umur dengan kasus kejahatan seksual. Dua kasus kekerasan terhadap perempuan dan orang lanjut usia.

“Memang sebagian besar anak perempuan dibawah umur, bahkan paling muda yang pernah ditangani RPTC sekitar kelas enam SD. Tetapi ada juga korban kekerasan perempuan dewasa hingga mengalami gangguan psikologi dan juga orang lanjut usia yang disia siakan anaknya,” jelasnya.

Dalam menjalankan tugasnya, kata dia, RPTC berkoordinasi dengan lembaga maupun pihak terkait yang menangani kasus kejahatan seksual. Selain itu, keberadaan rumah singgah juga dirahasiakan. RPTC, sendiri merupakan tempat rujukan bagi korban kekerasan maupun kejahatan seksual. Fungsinya, sebagai pendampingan korban, pemulihan psikologis korban.

“RPTC berfungsi untuk melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan maupun kejahatan seksual. Di dalam RPTC ada pekerja sosial, psikolog dan lainya. Per 1 Januari 2017 berada dinaungan Dinas Sosial,” ungkapnya.

 

Sekolah “Paksa” Korban Kejahatan Seksual Mengundurkan Diri

Lebih lanjut dijelaskan, selama 2015 hingga 2016 banyak kendala yang dihadapi korban yang didampingi tim dari RPTC. Salah satunya, penolakan pihak sekolah terhadap korban kejahatan seksual. Padahal, korban seharusnya mendapat perlindungan dan tempat yang layak. Namun dalam beberapa kali kejadian, pihak sekolah justru menekan korban untuk mengundurkan diri dari sekolah tersebut.

“Menurut saya, korban yang masih sekolah itu memang benar benar korban. Tetapi pihak sekolah masih menganggap sebagai aib. Sehingga sempat ada kasus dimana korban batal mengikuti Ujian Nasional lantaran pihak sekolah mengeluarkan korban. Padahal, saat itu dokumen dan kasus tersebut masih berproses,” paparnya.

Untuk mengatasi hal itu, RPTC telah melakukan sosialisasi bersama para kepala sekolah dan Dinas Pendidikan untuk tetap menerima anak didiknya bila ada yang menjadi korban kejahatan seksual.

Permasalahan lainnya, kata dia, terkait dengan kasus dengan korban dan pelaku didalam satu rumah atau masih ada hubungan keluarga. Dalam beberapa kasus, RPTC terpaksa mengembalikan korban kepada keluarga jauh korban. Hal itu untuk mencegah kasus yang sama terulang kembali.

“Ada korban anak kandung atau anak tiri sedangkan pelaku orang tuanya sendiri. Akhirnya tim RPTC memutuskan untuk mengembalikan kepada keluarga yang paling jauh. Contoh kasusnya ada anak yang dikembalikan ke keluarga di Surabaya,” tuturnya.

Ia menambahkan, RPTC yang kini dibawah Struktur Organisasi Pemeritahan Daerah (SOPD) Dinas Sosial, merupakan bukti bahwa negara dalam hal ini pemerintah, hadir untuk membantu korban kekerasan serta kejahatan seksual.

“Fungsinya sangat bermanfaat bagi korban. Fasilitas pendampingan dari RPTC gratis alias tidak dikenakan biaya,” pungkasnya.(adi)

Berita Terkait

Berita Terkini