SERAYUNEWS— Papua kembali menjadi sorotan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan mengembalikan penyebutan Kelompok Separatis Teroris (KST) di Tanah Papua, yang sebelumnya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kini menjadi Organisas Papua Merdeka (OPM).
Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Telegram Panglima TNI Nomor STR/41/2024 tertanggal 5 April 2024. Surat ini ditandatangani Asisten Intel Panglima TNI, Mayjen TNI Djaka Budi Utama dan ditujukan ke Pangdam XVII/Cenderawasih dan Pangdam XVIII/Kasuari.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, menjelaskan keputusan TNI menggunakan istilah OPM karena kelompok ini memiliki sistem organisasi yang jelas serta ideologi yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Berdasarkan perangkat Hukum Humaniter Internasional (HHI), karena OPM bersenjata, kombatan yang terlibat dalam perang, posisinya sah menjadi sasaran serang.
“Ketika berhadapan dengan mereka sebagai kombatan, [personel TNI] bisa mengambil tindakan tegas. Itu sebetulnya supaya tidak ada keraguan di lapangan. Kami kan perlu melindungi prajurit kami juga. Jangan sampai ragu sehingga malah jadi korban,” kata Nugraha (12/4/2024).
Secara sederhana, jika penyebutannya KKB, pendekatannya adalah penegakan hukum dan Polri menjadi penanggungjawab. Sementara itu, jika penyebutannya OPM, pendekatan perang yang dipergunakan dan TNI yang ada di depan. Peneliti BRIN, Cahyo Pamungkas, menyampaikan hal itu.
Cahyo mengingatkan keharusan menerapkan hukum humaniter dalam operasi militer TNI di Papua setelah menyebut KKB sebagai OPM.
Artinya, pembunuhan, penyiksaan, bahkan penangkapan terhadap warga sipil tidak boleh, termasuk terhadap kombatan yang sudah menyerah.
“Masalahnya, Indonesia belum meratifikasi Protokol II Konvensi Jenewa Tahun 1977 yang memungkinkan operasi militer terkait konflik bersenjata dengan kelompok internal yang ada di dalam negara,” jelas Cahyo (11/4/2024).
Atas dasar itu, Cahyo menganggap dasar pemikiran ini kurang tepat jika Hukum Humaniter Internasional menjadi rujukan karena hanya berlaku dalam status berperang.
Hingga saat ini, menurut Cahyo, tidak ada deklarasi resmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa Indonesia berperang melawan TPNPB-OPM.
Atas dasar itu, tambahnya, operasi pemerintah di Papua saat ini seharusnya hanya berdasarkan tujuan penegakan hukum, bukan perang.
“Tidak bisa, karena statusnya adalah operasi penegakan hukum, maka prosedurnya harus mengikuti proses menangkap dan mengadili kriminal,” tambah Cahyo.
Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz AKBP Bayu Suseno menjelaskan bahwa pihaknya masih menggunakan istilah KKB ketimbang OPM. Hingga saat ini belum mendapat perintah dari pimpinannya untuk mengubah penyebutan tersebut.
“Kami tetap menyebut KKB. Sampai hari ini belum ada perubahan penyebutan KKB dari pimpinan kami,” ujar Bayu (11/4/2024).*** (O Gozali)