SERAYUNEWS- Pavel Durov, pendiri sekaligus CEO aplikasi Telegram tiba di bandara Le Bourget Prancis dengan jet pribadi dari Azerbaijan pada Sabtu malam (24/8/2024).
Namun, ada sebuah kejadian tak terduga terjadi. Apa itu? Simak penjelasannya di bawah ini.
Beberapa saat setelah Pavel tiba, ia mengalami penangkapan. Penangkapan ini merupakan bagian dari investigasi awal yang OFMIN (Kantor Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Bawah Umur) Prancis pimpin.
Lembaga tersebut telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Durov, dengan menyebutkan tuduhan yang mencakup pencucian uang, perdagangan narkoba, dan penyebaran konten pelecehan seksual anak di Telegram.
Media berita lokal BFMTV dan TF1 melaporkan bahwa penyelidikan fokus pada potensi eksploitasi Telegram oleh entitas kriminal. Selain itu, fokus juga pada dugaan kegagalan Durov dalam menerapkan langkah-langkah efektif untuk mencegah aktivitas ilegal di Telegram.
Telegram, yang berkantor pusat di Dubai, meninggalkan Rusia pada 2014 setelah Durov menolak untuk memenuhi tuntutan untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya, yang kini sudah ia jual.
Awalnya, Telegram mirip dengan aplikasi chat lainnya, tetapi kemudian berkembang menjadi jejaring sosial tersendiri.
Selain berkomunikasi antar individu, platform ini memungkinkan pengguna dapat bergabung dengan grup yang beranggotakan hingga 200 ribu orang, Kemudian, penguna dapat membuat saluran siaran dan memiliki pengikut yang bisa berkomentar.
Aplikasi terenkripsi tersebut, dengan hampir 1 miliar pengguna, sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Kemudian, aplikasi ini masuk jajaran platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Aplikasi ini juga merupakan salah satu dari sedikit tempat warga Rusia bisa mendapatkan informasi tanpa filter tentang konflik tersebut, setelah Kremlin memperketat kontrol media setelah invasi besar-besaran.
Enkripsi yang tampaknya tidak dapat dipecahkan telah menjadikan Telegram surga bagi para ekstremis dan penganut teori konspirasi.
Media Eropa Tengah VSquare mengatakan, Telegram telah menjadi alat andalan propaganda Rusia, baik radikal sayap kiri maupun sayap kanan, QAnon di AS, dan penganut teori konspirasi. Telegram bahkan katanya menjadi ekosistem untuk radikalisasi.
Durov saat ini tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat, dan memegang kewarganegaraan Prancis dan Uni Emirat Arab (UEA).
Ia mengatakan bahwa telah mencoba tinggal di Berlin, London, Singapura, dan San Francisco sebelum memilih Dubai. Ia memuji Dubai sebagai lingkungan bisnis dan kenetralannya.***(Kalingga Zaman)