SERAYUNEWS- Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dr. Tyas Retno Wulan menyoroti potensi besar pekerja migran asal Sulawesi Utara, menjadi sasaran sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tahun 2024 menempatkan Sulawesi Utara di posisi ke-16 nasional sebagai provinsi pengirim pekerja migran terbanyak.
Berdasarkan laporan BPS Sulawesi Utara dan BP2MI, sebanyak 349 pekerja migran asal Sulut bekerja di Hong Kong, sementara Singapura menempati posisi kedua dengan 120 pekerja migran.
Malaysia menerima 60 pekerja migran, sedangkan Jepang tercatat menampung 56 pekerja migran asal provinsi ini.
Besarnya jumlah pekerja migran tersebut memicu munculnya sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menargetkan warga berusia produktif.
Jaringan sindikat asal Kamboja dan Thailand diketahui merekrut pekerja migran secara ilegal untuk dipekerjakan di perusahaan penipuan daring (online scamming) dan sebagai admin judi online.
Dr. Tyas Retno Wulan, peneliti migrasi internasional sekaligus Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FISIP Unsoed, menegaskan perlunya kewaspadaan masyarakat Sulawesi Utara terhadap sindikat trafiking yang semakin canggih.
Menurutnya, literasi mengenai migrasi aman harus digencarkan agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik ilegal. Calon pekerja migran perlu dibekali pengetahuan tentang prosedur resmi, hak-hak perlindungan, serta jalur migrasi yang sah.
“Kampus memiliki tanggung jawab moral untuk menyebarkan literasi migrasi aman dan bermartabat kepada masyarakat, agar mereka tidak mudah diperdaya sindikat perdagangan orang,” tegasnya.
Peringatan tersebut Dr. Tyas sampaikan saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk Migrasi Aman dan Pencegahan Trafiking yang digelar di aula FISIP Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado pada 25 Juni 2025.
Seminar ini menghadirkan ratusan peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan praktisi migrasi.
Selain membahas fenomena migrasi dan bahaya TPPO, seminar ini juga menjadi ajang penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara FISIP Unsoed dan FISIP Unsrat.
Kolaborasi ini diharapkan memperkuat pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada aspek pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam isu migrasi dan perlindungan pekerja migran.
Penandatanganan kerja sama tersebut dihadiri Dekan FISIP Unsrat Dr. Ferry Daud Liando; Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Alfon Kimbal; Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan Dr. Shirley Goni; para ketua jurusan, dosen, dan mahasiswa FISIP Unsrat.
Dr. Tyas berharap sinergi antarkampus dapat berlanjut melalui program edukasi, penelitian bersama, hingga pendampingan komunitas migran. Menurutnya, kolaborasi lintas perguruan tinggi sangat strategis untuk memperluas jangkauan literasi migrasi aman di tengah masyarakat.
“Kalau kita bisa bersinergi dengan baik, peluang penyebaran literasi migrasi aman akan jauh lebih luas, sehingga masyarakat terlindungi dari praktik trafiking,” ujarnya.
Seminar ini menegaskan urgensi pendidikan masyarakat tentang risiko perdagangan orang berkedok penempatan kerja ke luar negeri.
Akademisi menekankan perlunya keterlibatan aktif seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga masyarakat, untuk bersama-sama melawan sindikat perdagangan orang.
Dr. Tyas optimistis, dengan literasi yang memadai, masyarakat tidak mudah tergoda janji palsu pekerjaan di luar negeri yang berujung pada eksploitasi dan perbudakan modern. Kampus, kata dia, wajib hadir sebagai agen perubahan sekaligus pelindung nilai-nilai kemanusiaan di era globalisasi.