
SERAYUNEWS – Manajemen PT STAR, mitra kerja PT Semen Bima, akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait aksi pemasangan spanduk protes oleh warga RW 01 Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Kamis (18/12/2025).
Pihak perusahaan menyatakan menghargai aksi tersebut sebagai bentuk penyampaian aspirasi warga, di tengah proses negosiasi yang masih berjalan antara perusahaan dan masyarakat terdampak.
Dedi, selaku HRD PT STAR, menyebut bahwa penanganan pascabencana longsor yang terjadi pada 26 Oktober 2025 telah dilakukan secara bertahap.
Menurutnya, perusahaan telah mengambil langkah mitigasi untuk mencegah longsor susulan sekaligus memberikan bantuan sosial kepada warga terdampak.
“Sejak awal kejadian, kami bersama BPBD, Pemerintah Desa, dan unsur Muspika telah melaksanakan tahapan tanggap darurat bencana,” kata Dedi.
Ia menambahkan, perusahaan juga telah menyalurkan berbagai bentuk bantuan kepada warga.
“Bantuan yang diberikan meliputi kebutuhan pokok seperti sandang dan pangan, santunan, serta penyediaan tempat tinggal sementara yang hingga kini masih berlangsung,” lanjutnya.
Terkait tuntutan ganti rugi, PT STAR menyatakan bahwa proses musyawarah dengan tiga warga yang terdampak langsung masih terus berjalan.
“Kami memahami pemasangan spanduk sebagai bentuk aspirasi warga dan berharap proses musyawarah dapat segera menemukan titik temu,” ujar Dedi.
Sebelumnya, warga Desa Darmakradenan meluapkan kekecewaan setelah sejumlah mediasi dengan PT STAR dan PT Semen Bima tidak membuahkan hasil.
Pada Kamis (18/12/2025) pagi, warga memasang sejumlah spanduk protes di sekitar kawasan terdampak.
Warga menuntut pertanggungjawaban perusahaan atas musibah longsor yang mereka duga kuat dipicu oleh aktivitas penambangan batu di wilayah tersebut.
Aksi ini dipicu oleh rusaknya tiga rumah warga yang hancur akibat longsor, serta puluhan hunian lain yang kini berada dalam ancaman.
Hingga kini, pihak perusahaan bersikukuh menyatakan peristiwa tersebut sebagai bencana alam murni, klaim yang secara tegas ditolak oleh warga.
Ketua RW 01 Desa Darmakradenan, Muhammad David Maulana, menyebut bahwa dialog di tingkat desa hingga kecamatan selalu berakhir tanpa kesepakatan.
“Pihak semen menolak menandatangani kesepakatan karena mereka mengelak dari tanggung jawab dan berdalih ini fenomena alam,” kata David.
Tak hanya persoalan rumah, warga lain bernama Rahman juga menagih janji kompensasi pemindahan kandang ternak yang hingga kini belum terealisasi. Ia mengaku dirugikan karena lokasi kandang terlalu dekat dengan permukiman warga.
Kini, warga mendesak pemerintah daerah untuk turun tangan secara langsung guna memfasilitasi penyelesaian konflik secara adil dan transparan.