SERAYUNEWS- Ribuan pekerja ojek online (ojol) melakukan unjuk rasa di tiga titik yakni Istana Merdeka, kantor Gojek wilayah Petojo, dan kantor Grab di Cilandak hari ini. Selain unjuk rasa, para pengemudi juga bakal mematikan aplikasi secara serentak pada Kamis, 29 Agustus 2024
Ketua Umum Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, Igun Wicaksono, dalam keterangan resminya mengatakan driver online akan mengutarakan tuntutan mereka ke perusahaan aplikasi transportasi online maupun pemerintah.
Pengemudi bakal menuntut dua hal utama yakni menurunkan biaya potongan aplikasi yang saat ini mencapai 20-30 persen hingga melegalkan pekerjaan ojol di dalam undang-undang.
“Sedangkan Pemerintah juga belum berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan kesejahteraan para mitra perusahaan aplikasi karena hingga saat ini status hukum ojek online ini kami nilai masih ilegal tanpa adanya legal standing berupa undang-undang,” kata Igun dalam keterangan tertulisnya (28/8/2024).
Sebelumnya, telah ada aturan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022. Dalam aturan tersebut, ada penurunan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15 persen dari sebelumnya 20 persen.
Namun, aturan tersebut faktanya berubah kembali melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 hanya selang waktu dua bulan kemudian.
Hal inilah yang membuat nasib pengemudi ojol tidak kunjung berubah menjadi lebih baik. Perubahan aturan itu menandakan pemerintah lebih mengikuti kemauan aplikator ketimbang mensejahterakan pengemudi ojol.
Berkaitan dengan masalah ini, Kepala Divisi Hukum Koalisi Ojol Nasional (KON), Cang Rahman, mengatakan demo tersebut merupakan aksi yang tuntutan utamanya langsung kepada pemerintah.
“Tuntutan besok hanya terbatas pada revisi Peraturan Kominfo mengenai tarif yang tidak ditetapkan oleh pemerintah, berarti kan diserahkan pada pasar. Ketika pada pasar itu kan predator rising, antara aplikasi seenaknya menetapkan harga kalau bisa semurah mungkin untuk menarik konsumen,” ungkap Rahman (28/8/2024).
Sementara itu, mengenai legalitas pekerja yang menjadi tuntutan driver ojol mendapat tanggapan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri. Ia mengatakan bahwa hingga saat ini status ojol telah legal.
“Saya rasa legal, kalau nggak legal kita kalau naik ojol pesen makanan nggak legal, nggak lah. Legal, kok. Apanya yang nggak legal,” ujarnya.
Padahal maksud tuntutan tersebut yaitu status pengemudi ojol tidak disebut sebagai pekerja oleh perusahaan melainkan sebagai mitra.
Mereka tidak memperoleh status pekerja tetap (upahan) dan status mereka sebagai karyawan sangat mudah tergantikan.
Apalagi, melihat jumlah driver ojol yang semakin hari semakin banyak, karena waktu kerja fleksibel. Ini semakin membuat para driver ojol hidup dalam ketidakpastian.***(Kalingga Zaman)