SERAYUNEWS— Beredar viral video di media sosial pada Kamis (21/3/2024) yang memperlihatkan belasan anggota TNI menyiksa anggota KKB Definus Kogoya. Terkait hal itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meminta maaf atas perbuatan anak buahnya itu.
“Berkaitan dengan video yang viral tentang tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum prajurit TNI di Pos Gome, Bapak KSAD dalam hal ini pimpinan TNI AD menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan atas terjadinya tindak kekerasan ini yang dilakukan oleh prajurit TNI dari Yonif 300/Raider,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Kristomei Sianturi pada konferensi pers di Subden Denma Mabes TNI di Jakarta Pusat pada Senin (25/3/2024).
Selain permintaan maaf, TNI AD juga telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan 13 prajurit sebagai tersangka. Mereka menjadi tersangka atas penganiayaan pada 3 Februari lalu di Pos Gome Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas), Puncak, Papua Tengah.
“Sudah ada pemeriksaan terhadap 42 orang prajurit TNI dan dari 42 prajurit tadi sudah ada indikasi 13 prajurit yang benar-benar melakukan tindakan kekerasan,” kata Kristomei.
Saat ini 13 prajurit tersebut juga telah menjalani penahanan di Instalansi Tahanan Militer Maximum Security Polisi Militer Kodam (Pomdam) III/Siliwangi.
Terkait motif, Kristomei menjelaskan penganiayaan terjadi karena Definus Kogoya mendapat dugaan akan membakar puskesmas di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
“Dari permasalahan ini, kenapa Definus Kogoya mendapat aniaya atau kekerasan? Bahwa Definus Kogoya itu tertangkap pasca-patroli aparat keamanan TNI-Polri. Ada informasi dari masyarakat akan ada yang membakar Puskesmas Omukia, Kabupaten Puncak. Kemudian, terjadilah tindakan kekerasan ini,” jelas Kristomei.
Walau begitu, Kristomei mengatakan bahwa tindakan penganiayaan itu tidak dia benarkan di TNI. Prajurit, terlebih Satgas Pamtas seperti Yonif Raider 300/Braja Wijaya telah mendapat bekal Standar Operasional Prosedur (SOP), Rules of Engagement (ROE) hingga hukum humaniter.
“Inilah yang kami sayangkan, bahwa TNI atau TNI AD tidak pernah mengajarkan, tidak pernah mengiyakan tindakan kekerasan dalam memintai keterangan. Ini adalah pelanggaran hukum dan kita akan tindak sesuai aturan perundangan yang berlaku,” ujar Kristomei.
Senada dengan Kadispenad, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan bahwa tindakan penganiayaan itu tidak dia benarkan.
“Jadi perlu ditegaskan lagi, saya tegaskan dan kami tegaskan, kami tidak pernah ada SOP untuk tindakan kekerasan,” kata Gumilar.*** (O Gozali)