SERAYUNEWS— Setiap tanggal 3 Mei diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia. Pada tahun 2024 ini adalah peringatan ke-31 tahun. Melansir situs UNESCO, Hari Kebebasan Pers Sedunia 2024 mengangkat tema “A Press for the Planet: Journalism in the face of the Environmental Crisis”. Artinya, Pers untuk Planet: Jurnalisme dalam menghadapi Krisis Lingkungan.
Krisis iklim dan keanekaragaman hayati tidak hanya berdampak pada lingkungan dan ekosistem, tetapi juga kehidupan miliaran orang di seluruh dunia. Kisah pergolakan dan kehilangan mereka patut untuk diketahui dan dibagikan.
Para jurnalis dan media sejak 2009 terus meliput berita dari berbagai topik, mulai dari penyebab perubahan iklim, pertambangan, deforestasi, dan bahan bakar fosil, hingga isu-isu khusus komunitas seperti agribisnis, perampasan lahan, proyek mega-infrastruktur, dan dampak dari cuaca ekstrim.
Tetapi kebebasan pers sejatinya belum terjadi. Hasil studi UNECO yang rilis bersamaan dengan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2024, sebanyak 44 jurnalis di seluruh dunia yang melaporkan isu lingkungan hidup telah dibunuh dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, terdapat 24 jurnalis selamat dari percobaan pembunuhan.
Setidaknya 749 jurnalis, kelompok jurnalis, dan outlet berita yang melaporkan tentang isu lingkungan telah mengalami penyerangan di 89 negara sejak tahun 2009, menurut tinjauan rinci dari berbagai sumber data.
Aktor negara, seperti polisi, militer, pejabat pemerintah, dan pegawai negeri, melakukan setidaknya setengah dari 749 serangan tersebut. Selebihnya, swasta termasuk perusahaan industri ekstraktif, melakukan hal itu.
Selain itu, 39 jurnalis telah dipenjara, terutama di Asia dan Pasifik, terkait dengan pelaporan mereka tentang isu lingkungan.
Rangkaian data di atas, menunjukan betapa pers memiliki posisi yang sangat penting karena berperan sebagai alat kontrol sebuah negara. Bahkan, media menjadi pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Negara tanpa media akan menjadi negara yang tirani dan tak tersentuh.
Kerja-kerja jusnalitik sering orang anggap sebagai musuh yang paling berbahaya bagi penguasa. Keberadaannya lebih menakutkan daripada kekuatan lainnya.
“Saya lebih takut menghadapi satu pena wartawan daripada seribu bayonet musuh,” ungkap Napoleon Bonaparte yang sangat terkenal.
Bagi Napoleon yang lebih membahayakan adalah wartawan. Peluru-peluru wartawan adalah huruf-huruf yang membentuk kalimat. Bedanya, peluru timah panas mengenai badan, tapi peluru huruf itu mengenai otak dan menyusuk hati.
Era sekarang, siapapun bisa menjadi wartawan. Bahkan, sekarang banyak media yang menyediakan rubrik citizen journalism. Siapapun bisa menulis di rubrik ini. Tanpa terkecuali.
Undang-undang juga telah menjamin itu. Dalam UU No 40 tahun 1999, wartawan adalah orang bukan karyawan. Undang-undang ini revisi dari UU No 21 tahun 1982 yang mengatakan wartawan adalah karyawan perusahaan pers.
Karenanya, semua orang sudah sepantasnya mengambil peran sebagai jurnalis lingkungan, menyuarakan kebenaran tentang lingkungan hidup.*** (O Gozali)