SERAYUNEWS– Negara-negara rawan tsunami didorong mempercepat terbentuknya Tsunami Ready Community. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) RI, Dwikorita Karnawati menyebutkan, langkah ini menjadi jurus jitu dalam mereduksi risiko tsunami, utamanya dalam meminimalisir jumlah korban.
Tsunami Ready Community merupakan program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami. Program ini berbasis pada 12 indikator terkait aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness) dan respon yang telah ditetapkan UNESCO-IOC.
“Tsunami Aceh 2004, Tsunami Samoa 2009, Tsunami Chili 2010, Tsunami Tohoku Jepang 2011, menjadi bukti bahwa ancaman tsunami ini nyata,” ungkap Dwikorita Karnawati saat menjadi pembicara dalam kegiatan yang digelar ESCAP, UNESCO-IOC dan World Meteorological Organization (WMO) di Bangkok.
“Negara-negara rawan tsunami perlu mempersiapkan kesiap-siagaan masyarakat di kawasan pesisir agar mereka tahu bagaimana caranya menghadapi bencana ini jika sewaktu-waktu terjadi,” bebernya melalui zoom dikutip serayunews.com dari laman resmi BMKG, Jumat (28/7/2023).
Menurut Dwikorita, yang juga menjabat sebagai Chair of Intergovernmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (Chair ICG/IOTWMS), dengan Tsunami Ready Community diharapkan masyarakat senantiasa siap dan tidak gagap dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami.
Pihaknya menekankan bahwa predikat Tsunami Ready Community akan tercapai apabila semua pihak terlibat dengan berkolaborasi dan bersinergi. Diharapkan 12 indikator yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan baik.
12 Indikator Tsunami Ready Community
1. Telah dipetakan dan didesain zona bahaya tsunami.
2. Jumlah orang berisiko di dalam zona bahaya tsunami dapat terestimasi.
3. Sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik teridentifikasi.
4. Adanya peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami.
5. Informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan di publik.
6. Sosialisasi, kesadaran masyarakat, dan edukasi tersedia dan terdistribusi.
7. Sosialisasi atau kegiatan edukasi minimal diselenggarakan 3 kali dalam satu tahun.
8. Pelatihan bagi dan oleh Komunitas Tsunami diadakan minimal 2 tahun sekali.
9. Tersusunnya rencana kontijesi atau respons dalam kedaan darurat oleh komunitas di daerah rawan tsunami.
10. Terbangunnya kapasitas untuk pengelolaan operasional respons darurat saat tsunami terjadi.
11. Tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan dini tsunami dari otoritas yang berwenang (dari BPBD) selama 24 jam secara tepat waktu.
12. Tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menyebarkan peringatan tsunami resmi 24 jam kepada publik setempat secara tepat waktu.