Pembatik Tertua Desa Klumprit Pelopor Batik Nusawungu
Perempuan tua berbadan gempal ini tak pernah menyerah dengan kerentaanya. Di usianya yang ke 80 tahun, Mbah Sutiyem masih terampil membatik.
Dari jaman penjajahan Jepang Ia sudah menjual karya batiknya. Mbah Sutiyem rela ajarkan ilmu membatik kepada warga desa tanpa pamrih demi lestarinya batik asli Nusawungu.
Serayu News, Cilacap
Memasuki Desa Klumprit Kecamatan Nusawungu, tepatnya di Dusun Nusawaru, disini batik asli Nusawungu tercipta dari tangan terampil para perempuan desa. Di gubuk bambu samping rumah tua seorang perempuan tua tampak asik menggoreskan canting yang berisi malam ke lukisan khas dalam sehelai kain putih. Mbah Sutiyem, begitu orang memanggilnya. Sorot mata perempuan tua ini masih tajam, detail lekuk dan garis dalam sehelai kain putih Ia torehkan dengan lincah dan teliti. Tangan kanannya yang memegang canting terlihat sedikit bergetar saat menggoreskan malam cair dalam canting ke atas kain putih yang membentang di hadapannya. Sambil bercerita, sesekali Ia meniup canting berisi malam.
Gurat-gurat seorang pekerja keras jelas terpancar di kerutan-kerutan wajah Sutiyem. Ia menuturkan, sering membatik sampai subuh pagi, kemudian tidur sebentar dan sebelum matahari memancarkan sinarnya, Ia sudah mulai bekerja membatik. Sutiyem menceritakan, kebiasaan membatik sudah ditekuninya sejak umur sepuluh tahunan.
”Dulu sewaktu saya masih kecil, saya sering menemani Ibu membatik. Tak jarang juga menggoda Ibu yang sedang serius membatik. Waktu itu sekitar umur 10 tahun, akhirnya saya diajari membatik,” ungkap perempuan yang sudah mempunyai 15 cicit ini.
Meski usia Sutiyem sudah senja, namun secara fisik, Sutiyem tampak 20 tahun lebih muda. Hal itu dikarenakan, pola hidup Sutiyem yang rajin bekerja. Dia menceritakan, disamping membatik, sampai saat ini Sutiyem masih melakukan aktifitas di sawah atau membuat kantong dari serabut kelapa.
“Yang paling utama ya membatik, namun pekerjaan lainya seperti menanam atau memanen padi juga saya kerjakan,” ungkap Ibu dari delapan orang anak ini.
Pelopor Para Pembatik di Nusawungu
Para pembatik di Dusun Nusawaru, kebanyakan mendapatkan keahlian membatik berkat belajar dengan Sutiyem.
“Hampir semua warga disini belajar dengan saya dan tidak dipungut biaya sepeserpun. Bagi saya, ada yang mau belajar dan menekuni batik saja sudah syukur,” ungkap Sutiyem. Menurutnya, hal tersebut Ia lakukan dengan ikhlas semata mata untuk membantu para perempuan di Dusun yang mayoritas petani ini agar mempunyai penghasilan tambahan.
Dalam waktu 20 hari, Sutiyem mampu membuat satu helai batik tulis. Menurutnya, proses pengerjaan batik tulis rata rata membutuhkan waktu yang lama, karena detail pola dan motif yang rumit. Setiap helai batik Sutiyem, berharga Rp 300.000 sampai dengan Rp 500.000, tergantung corak dan motifnya. Ia menjual batik pada pengepul batik di Desanya, meskipun tidak jarang para pembeli yang datang langsung ke rumahnya.
Dengan keahlian membatiknya, tidak lantas menjadikan Sutiyem sebagai juragan batik. Tidak ada pembatik yang bekerja khusus untuknya, meski di lingkungan sekitar para pembatik mendapatkan Ilmu darinya. Sutiyem hanya berharap, agar selalu ada penerus yang mau melestarikan batik Nusawungu.