SERAYUNEWS— Tajikistan, menjadi sorotan usai mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab pada pekan lalu. Padahal negara ini termasuk negara mayoritas muslim di Asia.
Berdasarkan data sensus 2020, sekitar 96 persen dari total 10,3 juta penduduk Tajikistan merupakan umat Muslim.
Seperti melansir Euronews.com, Selasa (25/6/2024), pemerintah Tajikistan, yang merupakan negara bekas Uni Soviet di kawasan Asia Tengah, mengesahkan undang-undang yang melarang hijab di negaranya pada akhir pekan.
Majelis tinggi parlemen Tajikistan atau Majlisi Milli telah menyetujui undang-undang itu pada Kamis (20/6/2024) pekan lalu.
Pada intinya, undang-undang itu melarang penggunaan pakaian asing, termasuk hijab atau jilbab, atau penutup kepala perempuan Muslimah. Sebaliknya, warga Tajikistan dianjurkan untuk mengenakan pakaian nasional negara tersebut.
Melansir laporan dari Radio Liberty, hukuman bagi pelanggar bervariasi dari setara dengan 7.920 somoni atau sekitar Rp12 juta untuk individu dan 39.500 somoni atau sekitar Rp61 juta untuk badan hukum.
Pejabat pemerintah dan otoritas keagamaan akan menghadapi denda yang jauh lebih tinggi, yaitu masing-masing 54.000 somoni atau sekitar Rp83 juta dan 57.600 somoni atau sekitar Rp89 juta, jika terbukti bersalah.
Sejak berkuasa pada 1994, presiden seumur hidup Tajikistan, Emomali Rahmon, memang ingin menjadikan negara tersebut sekuler.
Sebelum ada RUU terbaru ini, Tajikistan memang sudah membatasi dan melarang penggunaan hijab dan atribut keagamaan di lingkungan sekolah dan tempat kerja.
Dengan aturan baru ini, pemerintahan Rahmon ingin memperluas aturan itu dengan melarang atribut keagamaan terutama hijab di tempat publik.
Mengutip Euro News, salah satu alasan pemerintah melarang penggunaan hijab dan atribut keagamaan lainnya adalah demi melindungi nilai-nilai budaya nasional dan mencegah takhayul serta ekstremisme.
Rahmon telah menjabat sebagai Presiden negara Asia Tengah ini sejak tahun 1994, dan masa pemerintahannya selama 30 tahun merupakan salah satu masa pemerintahan terlama di kawasan ini. Pada awal karirnya, ia menentang partai politik yang lebih religius.
Ternyata, Rahmon menginginkan negeri ini menjadi negara sekuler. Tak hanya hijab, Pemerintah juga secara tidak resmi melarang janggut lebat.
Ribuan pria dalam satu dekade terakhir dilaporkan telah dihentikan oleh polisi dan janggut dicukur di luar keinginan mereka.***(O Gozali)