SERAYUNEWS- Sejak tahun 2004, 4 September diperingati sebagai Hari Solidaritas Hijab Internasional (International Hijab Solidarity Day).
Hari peringatan ini lahir dari konferensi di London pada 4 September 2004. Muslim terutama di Prancis, Jerman, Tunisia, juga Turki memprakarsai Hari Solidaritas ini.
Delegasi 35 negara yang menghadiri Konferensi London mendukung muslimah menggunakan hijab di tempat umum.
Dari konferensi inilah terbentuk Majelis Perlindungan Jilbab Assembly for the Protection of Hijab.
Hari solidaritas hijab merespons diskriminasi terhadap Muslimah di berbagai negara. Sebelum itu, di Inggris misalnya, ada larangan berhijab dan mengenakan simbol-simbol keagamaan.
Di Prancis, larangan serupa berlaku di lingkungan pendidikan. Di Turki, Muslimah berhijab tidak bisa mendapatkan perawatan medis, sementara di Tunisia, mereka mendapat siksaan bahkan hukum penjara.
Setelah hampir dua dekade, hari solidaritas ini masih sangat perlu, polemik larangan hijab di RS Medistra jadi contohnya.
Baru-baru ini, pembatasan penggunaan hijab bagi dokter dan perawat di RS Medistra di Jakarta Selatan (Jaksel), ramai di media sosial (medsos). Polemik mencuat setelah seorang dokter melayangkan surat protes ke pihak RS.
Di dalam surat tertanggal 29 Agustus 2024 tersebut, Dokter Diani Kartini mengatakan ada dua kerabatnya yang tiba-tiba mendapatkan larangan menggunakan hijab saat proses wawancara kerja di RS Medistra.
Kemudian, ia yang berpraktik di RS Medistra bercerita soal pengalaman asisten dan kerabat yang mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra.
Ia menyebut dalam pertanyaan terakhir di sesi wawancara, perekrut RS Medistra menanyakan kesediaan calon pekerja untuk melepas hijab apabila RS Internasional tersebut menerimanya.
“Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. RS Medistra berstandar Internasional tetapi kenapa masih rasis seperti itu?” katanya (2/9/2024).
Direktur RS Medistra Agung Budisatria tidak secara gamblang membenarkan atau membantah soal isu larangan hijab tersebut. Ia hanya menyebut temuan tersebut kini tengah dalam penanganan manajemen.
“Manajemen RS Medistra menyampaikan permohonan maaf dan menyesali terjadinya kesalahpahaman dari proses interview yang dilakukan oleh salah satu karyawan kami,” kata Agung dalam keterangannya, Senin (2/9/2024).
Anggota DPRD Jakarta Fraksi Gerindra, Ali Lubis, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengusut kabar itu. Menurutnya, ada ancaman hukuman jika RS melanggar UU.
“Terakhir, jika nanti terbukti maka berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Rumah Sakit pada ayat 5 terdapat 3 sanksi, yaitu sanksi teguran, tertulis, dan denda serta pencabutan izin,” kata Ali (2/9/2024).***(Kalingga Zaman)