SERAYUNEWS– Pernikahan biasanya terlaksana secara langsung. Namun apabila calon suami berada di luar negeri, sedangkan wali berada di Indonesia, kemudian mereka melaksanakan akad nikah dengan menggunakan media komunikasi yang ada misalnya teleconference, bagaimana hukumnya?
Melansir keterangan Dosen Fakultas Syariah UIN Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto, Drs. H. Mughni Labib, MSI, dalam hal ini ulama terbagi menjadi dua.
Pertama, golongan Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa syarat orang yang melakukan akad nikah adalah bahwa semua pihak harus berada pada satu tempat dan satu waktu secara bersamaan.
Oleh karena itu akad nikah yang tidak dilaksanakan pada satu majlis walaupun kedua belah pihak dapat saling berkomunikasi tetap dihukumi tidak sah. Menurut mereka yang dimaksud satu majlis adalah berkumpul dalam satu tempat dan satu waktu.
Maka pernikahan itu sah manakala semua pihak yang terlibat dalam prosesi akad nikah harus bekumpul secara fisik, seperti yang dinyatakan dalam kitab Hasyiyata Qalyubiy wa ‘Umairah juz XI halaman 115 yakni :
… بِحَضْرَةِ شَاهِدَيْنِ أَيْ بِشَرْطِ أَنْ يَسْمَعَا الْعَقْدَ بِالْفِعْلِ.
“ … Dihadiri dua orang saksi dengan syarat mereka mendengar akad secara langsung.”
Bahkan kitab Roudhatuth-Tholibin wa Umdatul Mauftin juz II halaman 460 mengilustrasikan :
وَلَوْ خَاطَبَ غَائِبًا بِلِسَانِهِ فَقَالَ زَوَّجْتُكَ بِنْتِى ثَمَّ كَتَبَ فَبَلَغَهُ الْكِتَابُ أَوْ لَمْ يَبْلُغْهُ وَبَلَغَهُ الْخَبَرُ فَقَالَ قَبِلْتُ نِكَاحَهَا لَمْ يَصِحَّ عَلَى الصَّحِيْحِ.
”Bila seseorang berbicara dengan orang yang tidak ada di hadapannya lalu ia berkata : Aku nikahkan kamu dengan anak perempuanku. Kemudian ia menulis perkataan itu, sehingga tulisan itu sampai kepadanya atau tidak sampai tetapi beritanya yang sampai kepadanya. Kemudian orang itu menjawab : Saya terima nikahnya. Maka akad nikah yang demikian itu tidak sah menurut pendapat yang sahih.”
Kedua, golongan Hanafiyah menyatakan bahwa akad nikah dengan menggunakan alat teleconference hukumya sah. Kesimpulan tersebut diperoleh karena menurut golongan ini yang dimaksud dengan majlis yang menjadi keharusan akad nikah bukanlah keberadaan dua orang yang melakukan ijab qobul harus berada dalam satu tempat secara fisik.
Boleh saja tempat keduanya berjauhan, tetapi apabila ada alat komunikasi yang memungkinkan keduanya melakukan proses pernikahan dalam satu waktu yang bersamaan, maka hal itu tetap dinamakan satu majlis, sehingga akad yang dilakukan tetap dihukumi sah.
Jadi yang dimaksud satu majlis menurut mereka aialah apabila dua belah pihak yang melakukan akad nikah dapat berkomunikasi secara langsung dan melaksanakan akad nikah dalam waktu yang bersamaan. Media apapun dapat digunakan asalkan hal itu dapat menghubungkan kedua belah pihak tanpa ada kemungkinan terjadinya manipulasi.
Mereka menggunakan istilah :
اَلْمَجْلِسُ يَجْمَعُ الْمُتَفَرِّقَاتِ.
”Majlis akad dapat menyatukan orang-orang yang berbeda-beda tempatnya.”
Dalam kitab Fatawa al-Imam Abdil Halim Mahmud juz II halaman 124 dinyatakan :
فَإِذَا لَمْ يَتَمَكَّنِ الزَّوْجُ وَالزَّوْجَةُ وَالشَّاهِدَانِ مِنَ الْحُضُوْرِ فِى مَجْلِسٍ وَاحِدٍ وَحَاوَلَ اْلإِسْتِعَاضَةَ عَنْ ذَلِكَ فِى وَسِيْلَةٍ مِنْ وَسَائِلِ اْلإِتِّصَالِ كَالتِّلْفَونْ الْمَرْئِيِّ مَثَلاً … كَانَ النِّكَاحُ جَائِزًا.
”Apabila suami, istri dan dua orang saksi tidak bisa hadir dalam satu majlis, namun ia berupaya mengganti kehadiran itu dengan perantara yang dapat menghubungkan mereka seperti teleconference … maka nikahnya sah.”
والله أعلم بالصواب