Cilacap, Serayunews.com
Kepala Teknisi Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo menyampaikan, saat ini puncak musim penghujan di daerah Cilacap, Banyumas dan sekitarnya sudah terlewati. Bulan November 2020 menjadi puncak musim hujan di Cilacap sedangkan daerah Banyumas di bulan Desember dan Januari 2021.
Meski demikian, menurutnya hujan diprakirakan masih akan berlangsung hingga Mei 2021 mendatang dengan intensitas yang semakin berkurang. Diprakirakan bulan April dan Mei 2021 Cilacap dan sekitarnya akan memasuki musim pancaroba.
“Tanda-tanda yang bisa kita rasakan saat musim pancaroba adalah suhu udara mulai panas, lebih panas dari bulan-bulan sebelumnya. Kondisi tiupan arah angin mulai bervariasi, kondisi cuaca biasanya pagi cerah kemudian siang mulai banyak tumbuh awan dan hujan. Awan Cumulonimbus banyak tumbuh disaat musim transisi, awan ini bisa menyebabkan hujan lebat, disertai petir dan angin puting beliung,” ujar Teguh Wardoyo melalui keterangan tertulisnya.
Teguh menjelaskan, pada masa pancaroba yang pelu diwaspadai dan diantisipasi yakni dengan memangkas pohon-pohon yang sudah mulai rapuh. Hal ini untuk menghindari tiupan angin yang bisa mangkibatkan pohon roboh, serta tidak berada di area terbuka saat ada petir.
Sebagai contoh petani yang sedang berada di sawah segera pulang jika melihat langit sudah mulai digelayuti mendung tebal. Sebab sangat berbahaya dengan sambaran petirnya.
Menurutnya, setelah musim pancaroba, bulan Juni 2021 diprakirakan wilayah Cilacap dan Banyumas akan segera memasuki musim kemarau. Sedangkan puncak musim kemarau diprakirakan pada bulan Agustus 2021.
“Musim kemarau ditandai dengan cuaca yang cenderung cerah, kelembaban yang rendah, panas disiang hari dan suhu dingin di malam hari, curah hujan berkurang, yang berakibat terhadap kurangnya air tanah dan air bersih, serta kondisi lingkungan yang berdebu,” terangnya.
Lebih lanjut Teguh menjelaskan, banyaknya kejadian bencana alam di Indonesia yang disebabkan oleh cuaca seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, sambaran petir dan gelombang tinggi menimbulkan banyak sekali kerugian, baik kerugian secara moril maupun materiil.
Sementara curah hujan yang tinggi atau curah hujan ekstrim yang terjadi menjadi pemicunya. Curah hujan ekstrim/cuaca ektrim yang terjadi di musim penghujan tahun 2020/2021 ini, banyak dipengaruhi oleh phenomena alam global La-Nina, dan diikuti oleh hangatnya suhu permukaan air laut di perairan Indonesia. Hal ini berakibat di wilayah Indonesia banyak terjadi penguapan, sehingga banyak terbentuk awan, dan pada akhirnya banyak terjadi hujan.
Dia menjelaskan bila melihat kembali data di Wilayah Cilacap dan sekitarnya, selama musim penghujan sejak bulan Oktober 2020 sampai Desember 2020, kejadian curah hujan ekstrim (hujan yang tercatat lebih dari 150 mm/hari) lebih banyak terjadi dari pada tahun tahun sebelumnya. Di Kabupaten Cilacap tercatat 19 kali kejadian cuaca ekstrim, di Banyumas tercatat 11 kali kejadian, di Purbalingga tercatat 3 kali kejadian dan di Kebumen tercatat 11 kali kejadian.
Menururnya kejadian hujan ekstrim ini sudah barang tentu berdampak terhadap kejadian banjir di wilayah tersebut. Di Cilacap misalnya, kejadian banjir di Wilayah kecamatan Kroya bahkan bisa berulang dibulan Oktober dan November 2020. Pada tanggal 30 November 2020, curah hujan di kecamatan kroya mencapai puncak ekstrim, tercatat 240 mm/hari.
Demikian pula di Wilayah Banyumas, Kecamatan Gumelar tercatat 273 mm/hari pada tanggal 17 November 2020. Sedangkan di Purbalingga terjadi di Banjarkerta 251 mm/ hari pada tanggal 3 Desember 2020, dan wilayah Kebumen pun tidak luput dari kejadian banjir, yakni saat curah hujan paling ekstrim terjadi pada tanggal 3 Oktober 2020 di Somagede-kebumen tercatat 350 mm/hari.
“Kerugian secara materiil cukup besar karena kejadian banjir tersebut, hektaran sawah tergenang dan gagal panen. Aktifitas warga terhambat, infrastruktur banyak yang rusak serta dampak penyakit yang ditumbulkan tidak bisa dihindarkan,” terangnya.
Menurutnya, hal ini harus membuat lebih waspada terhadap datangnya musim penghujan. Kewaspadaan bisa diawali dan dimulai dari lingkungan sendiri. Jika selalu menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan selokan, tidak membuang sampah sembarangan, walaupun hal kecil tapi bila dilakukan oleh setiap orang dalam setiap keluarga, sudah tentu akan banyak mengurangi bahaya banjir.
Dia menjelaskan, secara Umum daerah rawan banjir sebagian besar dilalui oleh aliran sungai. Contoh kecil kewaspadaan di daerah rawan banjir tentu dengan mengamati dan memperhatikan intensitas hujan yang terjadi dan sekaligus memperhatikan debit sungai disekitarnya, bila hujan lebat dan debit air mulai naik barangkali masyarakat sekitar harus sudah mempunyai kearifan lokal untuk melakukan tindakan prefentif/evakuasi.
“Sedangkan kewaspadaan di daerah rawan longsor, salah satunya adalah dengan memperhatikan retakan tanah, segeralah tutup retakan tanah tersebut, agar air tidak masuk kedalamnya, sehingga retakan tanah tidak melebar dan dapat mencegah terjadinya longsor,” jelas Teguh