SERAYUNEWS—- Secara sederhana relawan artinya seseorang yang secara sukarela menyanggupi atau menyatakan kesediaan untuk melakukan suatu layanan secara cuma-cuma. Ini tanpa bayaran, bahkan terkadang mengeluarkan uang pribadi.
Semangat ini yang membentuk Komunitas Relawan Siapa Bencana 140 (Djiephatsong), Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta.
Berangkat dari kesamaan hobi berkomunikasi melalui radio amatir di frekuensi 141.400 mereka kemudian membentuk Komunitas Siaga Bencana.
Sejak awal tahun 2000-an dan momentum kegiatan saat Gunung Merapi meletus pada Selasa 26 Oktober 2010, mengakibatkan sedikitnya 353 orang tewas, termasuk Mbah Maridjan.
Bahu membahu dengan kelompok relawan lain bersama dengan aparat terkait mereka terjun langsung membantu masyarakat sekitar lereng gunung Merapi.
Salah satu peristiwa yang sampai menjadi berita nasional adalah ketika Djiephatsong bersama dengan Forum Peduli Bumi membangun sejumlah tempat pemantauan banjir lahar dingin di bantaran Kali Gendol dan beberapa titik lain secara seadanya pada tahun 2011.
Mereka membangunnya dengan atap terpal yang dilapisi seng dan bambu. Sejak pagi, relawan bergerak mencari bahan, mulai bambu di sekitar lereng.
Selain itu, saat bencana Merapi, mereka ikut melakukan pendampingan di sekolah dengan membawa armada evakuasi di SD Kaliurang 2, SD Srunen, SD Kepuharjo, SD Umbulharjo, SD Glagaharjo.
Setelah bencana Merapi, mereka mulai serius meningkatkan ketrampilan penanggungan bencana.
Berbagai kegiatan pelatihan mereka ikuti, di ntaranya latihan SAR DIsaster dari Unit SAR DIY dan Pelatihan susu sungai dari BPBD DIY.
Menurut Musiman, salah satu pengganas Komunitas ini, kegiatan lapangan dengan cara sumbangan antar anggota.
“Kami turun lapangan membantu warga, semua anggota menyumbang secara sukarela. Misalnya, butuh 100 nasi bungkus, maka dibagi rata siapa saja anggota yang mau membantu,” jelas Pria paruh baya yang biasa dipanggil Simus ini.
Simus menjelaskan saat ini anggota Djiephatsong ada 300 orang jika dibutuhkan melakukan kegiatan bantuan masyarakat, mereka langsung berkumpul.
Seiring perubahan zaman, jika dulu menggunakan frekuensi radio, sekarang melalui Grup WhatsApp. Menurut Simus, jika diminta bergerak, hanya dalam hitungan minit saja sudah berkumpul.
Kegiatan Djiephatsong sekarang meluas tidak hanya di sekitaran gunung Merapi saja, tetapi juga daerah lain di Sleman. Kegiatan pohon tumbang, kebakaran dan perbaikan saluran irigasi mereka lakukan.
Bahkan, menurut Pria paruh baya yang senang tidak menggunakan baju ini, mereka pernah membuat kendaraan pemadam kebakaran sederhana dari motor tossa.
Kegiatan kemudian juga menambah ke bidang sosial seperti terlibat dalam festival anak s oleh bersama sekolah di sekitaran Kalasan, sampai dilibatkan dalam pengamanan Idul Fitri bersama Saka Bhayangkara.
Apa yang dilakukan Komunitas Relawan ini merupakan bukti nyata Indonesia gudangnya relawan. Menurut lembaga statistik Gallup, Indonesia menyumbang sekitar 53% relawan di seluruh dunia.
Djiephatsong hanya merupakan satu titik kecil dari ribuan relawan di negeri ini. Mari terus berbuat baik demi negeri ini.***(Kalingga Zaman)