SERAYUNEWS – Indonesia kembali menambah daftar keanekaragaman hayatinya dengan ditemukannya spesies cicak baru yang diberi nama Cyrtodactylus pecelmadiun.
Spesies ini ditemukan di hutan Jawa Timur dan menarik perhatian para ilmuwan karena memiliki karakteristik unik yang mencolok.
Meskipun namanya terdengar seperti makanan khas Madiun, penamaan C. pecelmadiun sebenarnya memiliki latar belakang yang berbeda. Penemuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa pada 16 Januari 2025.
Nama C. pecelmadiun terinspirasi dari kuliner khas daerah Jawa Timur, khususnya karena spesies ini ditemukan di sekitar Madiun, tepatnya di Maospati dan Mojokerto.
Para peneliti ingin memperkenalkan keragaman kuliner Nusantara melalui jalur ilmiah, seperti yang telah dilakukan sebelumnya pada C. papeda dari Pulau Obi dan C. tehetehe dari Kepulauan Derawan.
C. pecelmadiun memiliki warna dasar cokelat kehitaman. Cecak jantan dewasa dapat mencapai panjang tubuh (Snout-Vent Length/SVL) hingga 67,2 mm, sedangkan betina dapat mencapai panjang 59,0 mm.
Spesies ini memiliki beberapa ciri khas, di antaranya:
Pada individu jantan, terdapat ceruk precloacal dengan 32–37 pori precloacofemoral, sementara bagian subkaudalnya tidak memiliki sisik yang lebar.
Secara genetik, C. pecelmadiun menunjukkan kedekatan dengan C. petani dengan jarak genetik berkisar antara 8,3 hingga 10,2 persen. Menurut BRIN, spesies ini menjadi bukti kedua keberadaan grup darmandvillei di Jawa setelah C. petani.
Di Jawa, spesies Cyrtodactylus dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yaitu darmandvillei dan marmoratus, meskipun masih banyak spesies yang belum teridentifikasi.
Sebelum ditemukannya C. pecelmadiun, dua spesies kumbang kura-kura baru telah diperkenalkan terlebih dahulu, yaitu Thlaspidula gandangdewata dan Thlaspidula sarinol. Kedua spesies ini ditemukan di daerah pegunungan Sulawesi, tepatnya di Gunung Gandangdewata dan Gunung Torompupu.
Cicak jarilengkung Jawa atau Cyrtodactylus marmoratus pertama kali dideskripsikan oleh Gray pada tahun 1831 berdasarkan spesimen yang dikumpulkan oleh Heinrich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt. Saat ini, spesimen tersebut tersimpan di Museum Naturalis, Belanda.
Setelah 84 tahun, de Rooij (1915) melaporkan keberadaan C. fumosus, yang sebelumnya dideskripsikan oleh Müller (1895) dan dikonfirmasi oleh Brongersma (1934). Seiring dengan perkembangan penelitian, beberapa spesies baru dari Jawa telah dideskripsikan, di antaranya:
Namun, Mecke et al. (2016) menemukan bahwa populasi C. fumosus di Jawa sebenarnya merupakan variasi dari C. marmoratus. Riyanto et al. (2020) juga mensinonimkan C. klakahensis sebagai C. petani berdasarkan taksonomi integratif yang diterapkan.
Secara filogenetik, C. pecelmadiun memiliki kedekatan dengan C. petani, dengan jarak genetik antara 0,1–1,6 persen. Spesies ini menjadi bukti kedua dari kelompok darmandvillei di Jawa setelah C. petani, yang umumnya ditemukan di wilayah Sunda Kecil.
Keseluruhan spesies Cyrtodactylus di Jawa terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu darmandvillei dan marmoratus.
Kompleksitas taksonomi ini semakin mendorong perlunya eksplorasi lebih lanjut untuk mengungkap keanekaragaman yang belum diketahui.
Dengan ditemukannya Cyrtodactylus pecelmadiun, tidak hanya bertambah satu lagi spesies cicak jari lengkung dalam daftar fauna Indonesia, tetapi juga semakin memperkaya pemahaman kita tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati.***