
Fenomena papa momong mama kerja atau lebih dikenal dengan istilah Pamong Praja, menjadi penyumbang angka perceraian. Selama ini kota yang paling dikenal dengan fenomena tersebut yakni Purbalingga. Ternyata di Kabupaten Jepara pun mengalami kondisi seperti itu.
Purbalingga, serayunews.com
Hal tersebut disampaikan oleh Kabid Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pemprov Jawa Tengah, Sri Dewi Indrajati. Kasus perceraian yang disebabkan oleh perubahan pola lapangan pekerjaan, tidak hanya terjadi di Purbalingga. Namun banyak daerah di Provinsi Jawa Tengah.
“Sehingga perlu ditemukan formula agar hal tersebut bisa dihindari,” katanya, saat menjadi pemateri acara Desa Ramah Anak Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), di Gedung Ardilawet Setda Purbalingga, Senin (31/01/2022).
Dia menambahkan, tingginya angka perceraian atas dasar hal tersebut salah satunya dikarenakan oleh penuntutan hak perempuan yang tidak diterima tatkala para perempuan belum berpenghasilan sendiri. Angka KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang diterima oleh perempuan juga menjadi pemicu tingginya perceraian karena perempuan merasa haknya telah sama dengan para pria.
“Ketika perempuan sudah bekerja dan masih mendapatkan perlakukan yang tidak mengenakan contohnya KDRT dari pria, maka perempuan akan menuntut haknya yang mereka nilai telah memiliki hak yang sama yaitu dengan perceraian,” katanya.
Fenomena perceraian yang disebabkan karena perubahan pola lapangan kerja yang porsinya lebih banyak pada perempuan tidak hanya terjadi di Purbalingga. Di Jepara juga ada pabrik sepatu yang menyerap lebih banyak tenaga perempuan dan itu banyak menjadi penyebab naiknya angka perceraian.
Menyikapi kondisi seperti itu, maka Pemerintah Daerah (Pemda) di tingkat Kabupaten dan Kota diminta untuk melakukan langkah preventif terhadap angka perceraian yang tinggi. Sebagai contoh adalah di saat akan melakukan persetujuan pendirian perusahaan dari investor, Pemkab harus memikirkan dan memetakan dampak sosial termasuk perceraian. Pemkab dan Pemkot harus mengedukasi masyarakat di awal tentang persamaan hak gender.
“Persamaan hak gender harus disosialisasikan dengan baik. Para pria juga harus memahami persamaan hak sehingga kekerasan terhadap perempuan yang akan berujung pada perceraian bisa direduksi,” ujarnya.
Diketahui, bahwa tahun 2022 Kabupaten Purbalingga oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dijadikan role model DRPPA. Menurut Sri Dewi salah satu yang menjadi alasan dipilihnya Purbalingga dimungkinkan karena Purbalingga memiliki pemimpin perempuan yang diharapkan akan mendukung penuh program tersebut.
“Kementerian memilih Bupati dan Wali Kota yang perempuan diharapkan agar program tersebut didukung secara optimal,” ujarnya.