SERAYUNEWS– Jagad dunia maya sedang riuh dengan pernyataan Alfian Tanjung yang disiarkan melalui Youtube. Narasi judulnya “Konyol, 2 Orang Kafir Dijadikan Petugas Urusan Haji oleh Kementerian Agama, Hanya Ingin Disebut Toleransi?”.
Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie memberikan keterangan.
Kementerian Agama Kabupaten Parepare memang melibatkan dua pegawai non Islam dalam kepanitian pemberangkatan jemaah haji.
Namun, hal ini kemudian dinarasikan sejumlah pihak sebagai petugas haji sehingga memunculkan disinformasi dan misinformasi, serta cenderung fitnah. Anna memastikan dua pegawai tersebut bukanlah petugas haji, melainkan panitia pemberangkatan jemaah haji.
“Kita sudah memastikan bahwa dua pegawai non Islam itu dilibatkan hanya sebagai bagian dari panitia pemberangkatan jemaah haji,” terang Anna Hasbie, dalam keterangan resminya di laman Kemenag, Senin (20/5/2024).
Keterangan itu Anna sampaikan merespons pernyataan Alfian Tanjung yang disiarkan melalui youtube dengan judul “Konyol, 2 Orang Kafir Dijadikan Petugas Urusan Haji oleh Kementerian Agama, Hanya Ingin Disebut Toleransi?”.
“Jadi narasi yang disampaikan Alfian Tanjung itu salah kaprah dan cenderung mengarah pada disinformasi dan fitnah,” imbuh Anna.
Menurut Anna, sebagai bagian dari panitia pemberangkatan, tugas mereka sebatas mengantar jemaah dari Parepare sampai ke Embarkasi Makassar (UPG) di Asrama Haji Sudiang, Makassar.
Dua pegawai ini tergabung dalam tim pelayanan koper jemaah dan tim pelayanan penerimaan jemaah. “Jadi keduanya bukan menjadi bagian dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang berangkat ke Tanah Suci. Tugas mereka hanya sampai Embarkasi Makassar,” sebut Anna.
Dijelaskan, kepanitiaan yang melibatkan pegawai lintas agama juga terjadi dalam banyak kegiatan Kementerian Agama. Misalnya, Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) di sejumlah daerah juga melibatkan umat Islam.
Demikian juga dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), dalam kepanitiaannya juga melibatkan pegawai non Islam. “Jadi ini wilayahnya kepanitiaan untuk bersama, bergotong royong, menyukseskan acara,” jelasnya.
Adapun pada hal-hal yang sifatnya peribadahan, itu tentu menjadi wilayah masing-masing pemeluk agama, tidak ada campur aduk. Anna menambahkan, Undang-undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Dalam proses kepanitian penyelenggaraannya, tentu melibatkan beragam unsur, tidak hanya Pegawai Kementerian Agama, tapi juga pegawai Kementerian/Lembaga Negara, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya.
“Kementerian Agama saat ini terus fokus dalam upaya memberikan layanan terbaik kepada jemaah haji Indonesia, baik saat di Embarkasi, ketika di Arab Saudi, dan sampai kembali ke Tanah Air nanti. Semoga jemaah haji Indonesia sehat dan mabrur,” ucapnya.
Alfian, kata Anna, juga tidak tepat saat dalam diskusinya mengkaitkan persoalan ini dengan toleransi yang dia terjemahkan sebagai orang yang kokoh dan kukuh dengan keyakinan agamanya masing-masing.
Lalu, Alfian mengatakan bahwa umat Islam harus tetap sadar diri bahwa kita ini mayoritas tapi bermental minoritas; jangan mau mengalah terus.
“Pelibatan dua pegawai Non Islam dalam kepanitian itu bukan tentang mayoritas dan minoritas atau tentang siapa mengalah dan siapa menang. Ini justru bagian dari upaya menumbuhkan sikap saling gotong royong dengan tetap menghargai keyakinan dan kepercayaan masing-masing,” terang dia.