SERAYUNEWS – Perayaan Imlek telah menjadi bagian penting dari budaya Indonesia.
Awalnya merupakan tradisi khas komunitas Tionghoa, kini Imlek berkembang menjadi simbol keberagaman yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Akademisi UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, dalam artikelnya menyebut bahwa bagi komunitas Tionghoa Muslim, Imlek bukan sekadar perayaan pergantian tahun, tetapi juga wujud integrasi budaya dengan nilai-nilai Islam.
Mereka merayakan Imlek dengan tetap mempertahankan identitas budaya Tionghoa sekaligus menyesuaikannya dengan ajaran agama.
Di berbagai kota besar Indonesia, perayaan Imlek oleh komunitas Muslim Tionghoa diawali dengan shalat berjamaah, doa syukur, serta pengajian.
Elemen khas Imlek, seperti angpau, lampion, dan warna merah tetap dipertahankan, namun diberi makna yang sesuai dengan Islam.
Sebagai contoh, angpau dimaknai sebagai bentuk sedekah bagi anak-anak dan mereka yang membutuhkan. Tradisi ini mencerminkan fleksibilitas ajaran Islam yang selaras dengan inklusivitas budaya Indonesia.
Islam di Nusantara telah berkembang dalam harmoni dengan tradisi lokal tanpa meninggalkan prinsip-prinsip keagamaannya.
Hal ini membuktikan bahwa Islam di Indonesia tidak hanya menjadi agama mayoritas, tetapi juga mampu merangkul keberagaman tanpa kehilangan esensinya.
Hubungan antara Islam dan komunitas Tionghoa di Indonesia memiliki akar sejarah yang kuat. Salah satu tokoh besar dalam interaksi ini adalah Laksamana Cheng Ho, seorang Muslim asal Yunnan, China.
Dalam pelayarannya ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Cheng Ho menyebarkan Islam dengan pendekatan damai.
Ia membangun masjid, menjalin hubungan dengan komunitas Muslim lokal, serta turut serta dalam pemeliharaan kelenteng dan pagoda.
Di kota-kota seperti Surabaya dan Semarang, nama Cheng Ho diabadikan dalam masjid dan kelenteng sebagai simbol persatuan.
Masjid Muhammad Cheng Ho menjadi tempat ibadah bagi Muslim Tionghoa, sementara Kelenteng Sam Po Kong tetap menjadi bagian dari budaya Tionghoa di Indonesia.
Di Indonesia, Imlek bukan hanya perayaan komunitas Tionghoa, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sosial yang lebih luas. Tradisi ini mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman.
Komunitas Muslim Tionghoa merayakan Imlek dengan tetap menjunjung nilai-nilai Islam, sekaligus mempertahankan unsur budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Hal ini menegaskan bahwa agama dan budaya bukanlah dua entitas yang saling bertentangan, melainkan dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi.
Indonesia, sebagai negara dengan beragam suku, agama, dan budaya, memiliki potensi besar untuk menjadi contoh dunia dalam mengelola keberagaman.
Perayaan Imlek yang inklusif menunjukkan bahwa harmoni sosial dapat tercipta jika ada saling pengertian dan penghormatan antarumat beragama.
Keunikan perayaan Imlek oleh komunitas Tionghoa Muslim menjadi bukti bahwa Islam di Indonesia memiliki wajah moderat dan terbuka terhadap budaya.
Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya berbagi, toleransi, dan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai bangsa yang menjunjung nilai kebersamaan, Indonesia harus terus menjaga warisan keberagaman ini.
Dengan semangat inklusivitas, perayaan Imlek dapat menjadi sarana untuk mempererat hubungan antaragama dan budaya, memperkuat persatuan nasional, serta menunjukkan kepada dunia bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman.
Pada akhirnya, Imlek bukan hanya sekadar perayaan tahunan, tetapi juga simbol dari nilai-nilai Pancasila dan Islam rahmatan lil ‘alamin—Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Keberagaman budaya dan agama di Indonesia adalah aset berharga yang harus dijaga dan dilestarikan demi menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai.***