Banjarnegara, serayunews.com
Kapolres Banjarnegara, AKBP Hendri Yulianto mengatakan, kasus adanya oknum pengasuh Pondok pesantren di Banjarnegara yang melakukan aksi cabul terhadap santrinya terus ada pendalaman.
Dari hasil penelusuran, tempat SW melakukan aksi pencabulan merupakan asrama dan bukan pondok pesantren yang tercatat di Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara.
“Setelah pengecekan dan klarifikasi dengan Kemenag Banjarnegara, bahwa pesantrennya tidak terdaftar di Kemenag,” katanya.
Selain itu, tersangka SW juga bukan pengasuh pondok pesantren. Dia hanyalah ketua yayasan dan asrama. Dia juga menjadi tenaga pengajar di yayasan tersebut.
“Jadi bukan pondok pesantren, tetapi yayasan di Desa Banjarmangu. Tapi di yayasan ini ada proses belajar mengajar ala pesantren, ada santrinya dan ustaznya, cuma legalitasnya belum ada dari Kemenag,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, SW alias JS (32) oknum guru ngaji di wilayah Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara berbuat bejat. Sang guru ngaji ini, melakukan aksi bejatnya pada tujuh santri putra yang masih di bawah umur.
SW, merupakan pengasuh sekaligus pendiri yayasan pendidikan di Banjarmangu yang berdiri pada tahun 2019. Awalnya, yayasan pendidikan sistem asrama seperti pondok pesantren tersebut hanya memiliki 30 anak didik. Namun saat ini terus berkembang, hingga jumlah anak didiknya mencapai 200 anak.
Kejadian tersebut berawal pada 21 Juni 2022. Saat itu, tersangka ini melihat AG (15) yang juga santrinya sedang berjalan di depan rumah pelaku. Kemudian pelaku memanggil korban, untuk masuk ke dalam rumahnya.
“Pengakuan tersangka ini ada tujuh korban, semuanya laki-laki dan di bawah umur. Namun baru enam korban yang kami periksa,” kata kapolres Banjarnegara.
Akibat perbuatannya, tersangka kena pasal 82 Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau pasal 292 KHUP dengan ancaman maksimal 15 tahun. Karena ini tenaga pendidik, maka ada penambahan hukuman yakni sepertiganya.