Cilacap, serayunews.com
Kepala Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KB PP PA) Kabupaten Cilacap Budi Santosa mengakui jika masih banyak yang perlu dibenahi untuk pemenuhan hak anak, terlebih sudah 31 tahun KHA sudah diratifikasi, sehingga perlu dioptimalkan sebagai penunjang Kabupaten Layak Anak di Cilacap.
Adapun Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak. Hak anak berarti hak asasi manusia untuk anak. Selain itu, Konvensi Hak Anak (KHA) juga merupakan instrumen internasional yang diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990. Konvensi ini dibagi menjadi beberapa kluster.
“Pengoptimalan hak anak, sudah 31 tahun impactnya (dampak) perlu kita optimalkan, mudah-mudahan dari sisi kebijakan kami, legislatif dan semacamnya bisa mensuport dan memiliki peran yang penting. Untuk Cilacap juga untuk mensupport Kabupaten Layak Anak (KLA) masih ada beberapa barometer yang tidak linear, contoh dengan kawin bocah menjadi tantangan yang luar biasa karena komplek mulai dari ekonomi, agama dan lain-lain,” ujarnya, Jumat (01/10).
Data Dinas KB PP PA Cilacap tercatat, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cilacap pada tahun 2020 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019. Pada tahun 2019 terdapat 109 korban perempuan dan anak, namun meningkat di tahun 2020 menjadi 147 korban.
Untuk tahun 2021, per akhir Agustus 2021 terdapat 58 kasus dengan jumlah korban perempuan dan anak sebanyak 62 orang dengan rincian korban anak sebanyak 58 orang dan dewasa 4 orang, sedangkan berdasarkan jenis kelamin korban perempuan 56 orang dan laki-laki 6 orang.
Sementara itu, upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak telah diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini dinilai ampuh untuk mengatasi semua permasalahan terkait anak, termasuk mengimplementasikan prinsipprinsip yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak.
Namun pelaksanaan dan penegakan hukum dari peraturan tersebut masih menjadi kendala di berbagai sektor. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang Konvensi Hak Anak (KHA) dan Undang-undang itu sendiri.
“Apalagi imbas dari pandemi yang berlangsung bertahun-tahun, masih banyak yang harus kita benahi, dan pelayanan kita terhadap tersedianya hak anak ini,” ujarnya.
Selain kekerasan anak, jumlah perkara dispensasi pernikahan di Kabupaten Cilacap mengalami peningkatan hingga 100 persen lebih. Data dari Pengadilan Agama (PA) Cilacap menyebutkan, pada tahun 2020 sebanyak 775 perkara dispensasi kawin diputus oleh PA Cilacap.
Jumlah tersebut lebih banyak 429 perkara dibanding tahun 2019 yang hanya sebanyak 346 perkara diputus. Pada tahun 2021 sendiri atau sampai Maret lalu sudah ada sebanyak 211 perkara yang diputus oleh PA.
“Secara kuantitatif kita bisa identifikasi masalah yang belum teridenfitikasi, misalkan kolaborasi dengan Kemenag untuk perkawinan anak usia dini, sehingga perlu komunikasi agar ada pemahaman yang sama, ada kolaborasi,” ujarnya.