SERAYUNEWS – ‘Kenapa lagu Lingsir Wengi ditakuti?‘ demikian pertanyaan yang mungkin bakal muncul di benak seseorang, terutama bagi mereka yang belum mengenal mitos populer di baliknya.
Lagu ini menjadi sorotan sejak awal tahun 2000-an. Lingsir Wengi juga mempunyai berbagai versi dan salah satu yang paling dikenal adalah Lingsir Wengi versi Sunan Kalijaga.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, lagu ini telah mengalami pergeseran makna.
Oleh karena itu, berikut adalah mitos dan fakta mengenai lagu Lingsir Wengi.
Lingsir Wengi adalah lagu tradisional berbahasa Jawa yang kental akan nuansa mistisnya.
Lagu yang juga dikenal sebagai Lingsir Wengi versi horor itu dimainkan dengan alunan musik sinden dan iringan gendhing Jawa.
Nada lagu ini sering kali membuat bulu kuduk merinding. Banyak yang percaya bahwa lagu ini dapat memanggil makhluk halus.
Mitos ini semakin populer ketika lagu Lingsir Wengi digunakan dalam film horor Indonesia berjudul Kuntilanak yang rilis pada tahun 2006.
Dalam film tersebut, lagu ini dimainkan dan mampu memperkuat kesan horornya.
Kemudian, lagu Lingsir Wengi ditakuti karena dianggap sebagai lagu pengundang kuntilanak. Sehingga, banyak yang enggan mendengarnya, terutama di malam hari.
Namun, benarkah Lingsir Wengi merupakan lagu pemanggil makhluk gaib?
Jika ditelusuri lebih dalam, lagu Lingsir Wengi, khususnya versi Sunan Kalijaga sebenarnya memiliki tujuan yang sangat berbeda dari mitos yang berkembang.
Berdasarkan buku “Kanjeng Sunan Kalijaga: Jejak-jejak Sang Legenda” oleh Conie Wishnu W (2022:230), Lingsir Wengi justru merupakan tembang yang diciptakan sebagai doa untuk menolak bala atau menjauhkan diri dari gangguan makhluk gaib.
Lagu ini merupakan permohonan kepada Tuhan agar diberi perlindungan, bukan untuk memanggil makhluk halus seperti yang banyak dipercaya.
Makna asli Lingsir Wengi versi Sunan Kalijaga adalah bentuk doa agar terhindar dari mara bahaya dan gangguan makhluk gaib.
Lagu ini seharusnya menjadi pengingat bahwa dalam setiap saat, kita sebaiknya selalu memohon perlindungan kepada Tuhan.
Tak terkecuali saat malam hari yang mana merupakan waktu rawan gangguan makhluk-makhluk gaib.
Di samping itu, alunan musiknya memang bernada rendah dan lirih. Juga, liriknya yang menggunakan Bahasa Jawa juga bakal terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Sehingga, tak heran jika ada pergeseran makna mengenai lagu ini.***