SERAYUNEWS – Tokoh Kolodete masih menjadi misteri yang belum terkuak seutuhnya sampai saat ini. Masyarakat mempercayainya sebagai nenek moyang para anak berambut gimbal di Dieng dan sekitarnya.
Ruwat pemotongan rambut gimbal, saat ini menjadi atraksi wisata yang menarik minat wisatawan dengan gelaran Dieng Culture Festival setiap tahunnya.
Ketua MGMP Sejarah SMA Provinsi Jawa Tengah, Rinto Budi Santosa yang juga guru sejarah SMAN 1 Sapuran Wonosobo mengatakan, bahwa Kolodete ada beberapa versi.
“Ada versi Hindu dan juga Islam. Tapi pada intinya semua mengacu bahwa Kolodete, termasuk pendiri awal Wonosobo. Paling menarik tentu saja ia adalah moyang dari anak-anak berambut gimbal yang muncul akibat dari sumpah Kolodete,” katanya.
Sumpah Kolodete saat itu sebelum masyarakat Dieng sejahtera, maka akan ada anak yang berambut gimbal.
Menurut Rinto, dari penelitiannya permintaan anak-anak berambut gimbal saat akan ruwatan dan pemotongan rambutnya tidak ada permintaan yang memberatkan orangtua.
“Permintaan mereka itu dari gembelnya, sehingga dipengaruhi seperti apapun anak berambut gimbal akan konsisten meminta sesuatu yang sederhana. Ada yang minta kambing, tempe kemul bahkan ada yang meminta kentutnya kepala desa. Tidak ada yang meminta benda dengan harga yang sangat mahal seperti motor atau mobil,” katanya.
Banyak Versi Tentang Kolodete
Terdapat versi menyebutkan bahwa Kolodete adalah seorang resi Hindu yang mengelola padepokan dan situs pemujaan di sekitar percandian. Tapi kemudian memilih masuk Islam, setelah pertemuannya dengan Sunan Kalijaga yang berdakwah di kawasan tersebut.
Karenanya, di Dieng Kulon ada sebuah musala Sunan Kalijaga. Karena konon, Sunan Kalijaga pernah salat di situ di sebuah batu.
Versi lain dari kisah Kiai Kolodete, bahwa ia adalah seorang pengembara yang masuk pada awal abad ke-17. Dia datang bersama empat orang lainnya, untuk menjaga ke-Islaman masyarakat kawasan itu.
Empat orang itu adalah Kiai Karim yang bertugas menjaga wilayah selatan, Kiai Ageng Selo Manik yang bertugas menjaga wilayah timur. Kemudian ada Kiai Ageng Mangku Yudho yang bertugas menjaga wilayah barat, dan Kiai Walik di wilayah utara.
Konon Kiai Kolodente berambut gimbal, dia bersumpah tak akan mencukur rambutnya hingga penduduk Dieng makmur. Jika sumpahnya itu tak terkabul, dia akan menitiskan rohnya kepada anak-anak di Dieng.
Versi lainnya, Kiai Kolodete adalah seorang punggawa pada masa Mataram Islam sekitar abad 14 masehi. Bersama Kiai Walid dan Kiai Karim, Kolodete bertugas mempersiapkan pemerintahan di Wonosobo dan sekitarnya.
Kiai Walik ke Wonosobo, Kyai Karim bermukim di sekitar Kalibeber. Sementara Kolodete ke Dieng. Saat tiba di Dieng, Kolodete dan istri, Nini Roro Rence, mendapat wahyu dari Nyai Roro Kidul, penguasa pantai selatan.
Ia disumpah mensejahterakan masyarakat Dieng. Dia menitiskan rohnya ke anak yang baru lahir atau yang baru bisa berjalan akan tumbuh rambut gimbal, sebagai tanda kegagalan sumpah tersebut.
Kurangnya Bukti dan Fakta (sejarah) dalam cerita Kyai Kolodete, menunjukan bahwa keberadaannya merupakan Folktale (cerita rakyat). Bahkan terkategori mitos dalam persepsi yang lebih kuat, masyarakat masa kini menganggap itu sebagai legenda atau mite.
Dalam pendekatan budaya, keberadaan mitos Kyai Kolodete lestari sebagai tradisi yang berfungsi untuk mengeratkan hubungan sosial bagi masyarakat. Bentuk upacara tradisionalnya, ruwatan rambut gimbal sebagai bentuk penghargaan bagi leluhur.
Sekaligus menguatkan kembali harapan dari ‘Kyai Kolodite’ agar masyarakat keturunannya, terus berjuang mengupayakan kehidupan yang makmur sejahtera.