SERAYUNEWS – Makam Mbah Kuwu Kebayeman merupakan salah satu ragam wisata religi unik di Indonesia.
Melansir dari kebumenkab.go.id, makam ini berada di Desa Watulawang, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen.
Makam Mbah Kuwu menjadi sorotan, lantaran memiliki struktur bentuk yang sangat unik, mirip punden berundak khas zaman prasejarah.
Lantaran memiliki bentuk yang tidak biasa, makam ini pun menjadi situs bersejarah yang sangat penting di Kebumen.
Sama seperti makam lainnya, makam ini juga konon memiliki makna historis yang begitu mendalam.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Mbah Kuwu Kebayeman mereka sebut sebagai tokoh yang mempunyai peran penting.
Kendati begitu, pemberian nama Mbah Kuwu juga mempunyai arti sendiri, lantaran sampai ajal, asal-usul dari Mbah Kuwu tidak ada yang tahu.
Bahkan, masyarakat setempat juga tidak mengetahui siapa nama asli dari Mbah Kuwu. Namun, ada yang menyebutnya Kuwu Den Ayu yang diduga berasal dari Kerajaan Timur.
Guna mengenai jasa para leluhur, pemerintah dan warga setempat pun bergotong royong untuk menjaga dan merawat makam beliau.
Nama Watulawang ini diambil dari sebuah batu yang bentuknya menyerupai pintu di persawahan Desa Watulawang.
Batu yang menajdi dasar nama Watulawang ini bentuknya mirip sekali dengan pintu gerbang. Konon, pintu tersebut merupakan gerbang gaib.
Sementara batuan yang menyusunnya ini berupa berisi vulkanik dengan fragmen andesit. Batuan ini dihasilkan dari aktivitas gunung api saat Miosen Atas.
Usut punya usut, Desa Watulawang merupakan desa tertinggi ke-10 di kabupaten Kebumen. Bahkan, lokasinya mempunyai ketinggian rata-rata 299 meter di atas permukaan laut.
Di atas ketinggian tersebut, Makam Kuwu Watulawang atau yang kerap orang sebut Makam Mbah Kuwu Kebayeman menjadi areal pemakaman yang kerap jadi wisata religi.
Memiliki area pemakaman, masyarakat Desa Watulawang juga terkenal masih memelihara adat istiadat dengan baik.
Biasanya, saat sura, masyarakat akan melakukan ritual atau selamatan, seperti Merdi Bumi, Palaia, Ruwat Dadung, Baritan, Kenduren Suran, dan lainnya.
Tidak hanya itu, masyarakat juga masih melakukan ritual ritual dan selamatan yang bersifat pribadi, misalnya Slametan Batur, Meteng, Slametan Profesi, atau Ngeramas benda pusaka.*** (Umi Uswatun Hasanah)