SERAYUNEWS— Ada peristiwa menarik sebelum sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Senin 26 Februari 2024. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berjabat tangan dengan Kepala Staf Presiden Moeldoko.
Hampir semua menteri bereaksi atas peristiwa ini, termasuk tepuk tangan dari Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto.
Moeldoko dan AHY menyebut momen jabat tangan tersebut merupakan hal yang biasa.
“Oh, nggak ngobrol. Yang penting salaman aja, menyambung silaturahmi,” ujar AHY.
Agus menjelaskan dia sudah menjadi bagian pemerintah dan tidak ingin membesar-besarkan apa yang sudah lewat.
AHY menjelaskan bahwa dia dengan Moeldoko sudah tidak ada masalah.
“Karena kalau itu, berarti kita gak maju-maju, dong. Yang jelas, semua sudah kita lewati sebuah bagian dari perjalanan politik, Partai Demokrat juga,” jelas AHY.
Buat masyarakat, momen ini jelas menjadi istimewa. Belum hilang ingatan publik saat Moeldoko gagal melakukan kudeta terhadap Partai Demokat.
Kudeta bermula saat Moeldoko dan beberapa kader Demokrat, termasuk Marzuki Alie, menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat, 5 Maret 2021 silam. Tujuannya jelas untuk menggeser posisi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Demokrat.
AHY jelas be rang dan menyatakan KLB Ilegal. Tetap saja kudeta berjalan, KLB yang mengesahkan Moeldoko sebagai Ketua Umum ini kemudian diserahkan ke Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk mendapat pengesahan.
Permohonan pengesahan kepemimpinan Partai Demokrat kubu Moeldoko resmi Menkumham Yasonna Laoly tolak. Alasannya, dokumen dari pihak Moeldoko tidak lengkap. Yasonna juga menegaskan keputusan penolakan pengesahan itu sudah dilakukan secara objektif dan transparan.
Moeldoko seolah tidak menyerah saat pengajuan pengesahan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang mendapat penolakan. Sebaliknya, ia justru mengajukan PK kepada Mahkamah Agung (MA) agar pengesahan dapat dilakukan.
Akhirnya tinggal 10 Agustus 2023, MA menolak upaya peninjauan kembali (PK) yang Kubu Moeldoko ajukan terhadap Surat Keputusan Menkumham tentang kepengurusan Partai Demokrat dengan AHY sebagai Ketua Umum.
Saat itu SBY mengecam aksi Moeldoko. Dalam pernyataan resmi, SBY menyatakan sangat kecewa dan tercengang dengan manuver Moeldoko yang menurutnya menyakiti Demokrat dan rakyat.
“Tindakan ini benar-benar tega, dengan darah dingin melakukan kudeta ini. Sebuah perebutan kepemimpinan yang tidak terpuji, jauh dari sikap kesatria dan nilai-nilai moral, dan hanya mendatangkan rasa malu bagi perwira dan prajurit yang pernah bertugas di jajaran TNI,” kelas SBY (5/3/2021).
Sekian waktu berlalu, Moeldoko Dan AHY kemudian bersalaman. Bisa jadi, sudah saling memaafkan, setelah upaya ambil alih paksa Demokrat oleh Moeldoko gagal.
Akan tetapi, menjadi sah juga apabila publik kemudian mencurigai kudeta itu sungguhan atau hanya permainan politik saja. Setidaknya, Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, mengungkapkan hal ini.
“Upaya kudeta itu murni dari Moeldoko atas suruhan untuk menarik Demokrat agar di bawah kendali Jokowi, atau ada unsur kesengajaan yang dilakukan SBY, untuk menaikkan daya tawar sebagai partai terzalimi, agar mendapat simpati publik, supaya terdongkrak dan naik pamor?” tanya Muslim (26/2/2024).
Menurut Muslim, kecurigaan ini cukup beralasan mengingat Moeldoko merupakan panglima TNI saat SBY masih menjabat sebagai presiden.*** (O Gozali)