SERAYUNEWS – Mitos jual nasi di Kebumen, ada sebuah desa yang melarang warganya berjualan nasi. Jika melanggar, mereka percaya akan membawa petaka cerita kutukan. Mitos ini sudah dipercaya turun temurun.
Desa Penimbun yang terletak di Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, mempercayai bahwa mitos jual nasi bisa membawa kutukan kepada siapa yang melanggarnya.
Siapa sangka mitos bahwa terdapat kutukan bila menjual nasi ini sudah mereka percaya sejak saat nenek moyang.
Kearifan lokal Indonesia memang patut kita syukuri dan lestarikan, bentuknya pun banyak termasuk legenda dan mitos yang ada.
Terkadang mitos tidak selamanya benar secara harfiah, tapi mengandung inti yang baik serta sejumlah kebijaksanaan.
Dahulu, menurut mitos yang masyarakat Desa Penimbun percayai, terdapat seorang pengelana yang kelaparan di desa tersebut. Namun, tiada seorangpun yang memperhatikan.
Oleh karena itu, pengelana tersebut memberikan kutukan, bahwa siapa saja di Desa Penimbun yang menjual nasi akan mendapat malapetaka.
Warga desa hanya boleh memberikan nasi secara cuma-cuma tanpa meminta balasan. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan, bisa menimbulkan apes hingga malapetaka.
Namun, selain mitos tersebut, ternyata Desa Penimbun memiliki tanah yang kurang subur. Dengan demikian, untuk menanam padi memiliki resiko gagal panen yang tinggi.
Jadi, masyarakat di sana selain mempercayai mitos tersebut juga sadar bahwa harus bijak dan mensyukuri setiap kekayaan yang secukupnya.
Selain mitos tersebut, ternyata Desa Penimbun ini memiliki sejarah panjang. Mitos lain yang beredar masyarakat Penimbun adalah adanya larangan mengadakan wayang golek.
Hal itu orang percaya bisa mendatangkan malapetaka pada seseorang, hingga gila atau gantung diri. Cerita ini tumbuh sebab konon Desa Penimbun mempunyai penjaga, Dewi Rengganis.
Dewi Rengganis enggan disamakan. Oleh sebab itu, warga desa dilarang menanggap wayang golek sebagai rasa menghargai kepada Dewi Rengganis.
Selain kaya akan mitos, Desa Penimbun juga menyimpan beragam sejarah yang menarik di tanah Kebumen.
Jika berkunjung ke Desa Penimbun ini, kamu akan menemukan sebuah petilasan, berupa batu bertumpuk seperti sebuah pondasi.
Konon katanya dahulu wali ingin membangun masjid di Desa Penimbun dalam satu malam. Namun, karena terdengar suara ayam berkokok, sang wali mengira hari sudah pagi.
Sang wali tidak melanjutkan pembangunan pondasi batu besar tersebut dan meninggalkannya. Kemudian, masyarakat percaya itu sebagai sebuat petilasan para wali.
Di Desa Penimbun juga masih terdapat tradisi ruwat bumi, sebagai rasa syukur serta meminta pertolongan perlindungan kepada Yang Maha Kuasa.
Tradisi ini berupa acara pertunjukan wayang kulit dan prosesi pemotongan kambing kendit, yang nantinya kepala kambing akan mereka tanam di halaman rumah kepala desa.*** (Umi Uswatun Hasanah)