SERAYUNEWS– Salat lima waktu adalah tiang agama bagi umat Islam. Namun, tak sedikit yang mengakui bahwa saat berdiri untuk salat, hati dan pikiran justru melayang entah ke mana. Niat sudah ada, gerakan dilakukan, tetapi setelah salam, terasa ada yang kosong. Apakah itu tandanya salat belum benar-benar khusyuk?
Dalam keseharian yang padat, menjaga kekhusyukan dalam salat memang bukan perkara mudah. Sering kali kita terburu-buru menjalankan salat di sela aktivitas, atau terlalu lelah hingga pikiran tidak fokus. Belum lagi godaan pikiran yang terus mengganggu: tugas belum selesai, notifikasi ponsel, hingga urusan rumah tangga.
Faktor lain yang membuat hati lalai adalah kurangnya pemahaman terhadap bacaan salat. Ketika tak mengerti arti kalimat yang dibaca, maka wajar jika hati sulit hadir secara utuh dalam ibadah.
Padahal, dalam Alquran, Allah menegaskan pentingnya kekhusyukan dalam salat.
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang khusyuk dalam shalatnya.”
— (QS. Al-Mu’minun: 1–2)
Salat bukan sekadar rutinitas, tapi momen paling pribadi antara seorang hamba dan Tuhannya. Saat salat, kita berdiri langsung di hadapan Allah. Jika hati lalai, kita kehilangan kesempatan untuk merasakan kehadiran-Nya.
Salat yang dilakukan tanpa kekhusyukan bisa menjadi kosong dari makna. Rasulullah SAW bersabda,
“Banyak orang yang salat, tetapi tidak mendapat apa-apa dari salatnya selain kelelahan.” (HR. Ahmad)
Khusyuk dalam salat bukan hanya tentang gerakan yang benar, tapi juga tentang bagaimana hati ikut larut dalam setiap doa dan bacaan yang diucapkan.
Meski sulit, kekhusyukan bisa dilatih. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu hati tetap fokus saat salat:
Dengan melatih hal-hal sederhana ini, perlahan hati akan lebih mudah terfokus saat salat.
Setelah selesai salat, cobalah sejenak untuk merenung:
“Apakah aku mengingat apa yang aku baca tadi? Apakah aku merasa lebih tenang?” Jika jawabannya belum, bukan berarti gagal, tapi itu sinyal bahwa masih ada ruang untuk memperbaiki kualitas salat kita.
Melatih kekhusyukan bukan proses instan. Sama seperti kebiasaan baik lainnya, butuh latihan, keikhlasan, dan tekad untuk terus memperbaiki diri.
Dalam hidup yang serba cepat ini, shalat bisa menjadi momen paling damai jika kita benar-benar menghadirkan hati. Allah tak meminta kita menjadi sempurna, tapi meminta kita untuk terus berusaha hadir dalam setiap sujud.
Mari perlakukan shalat bukan sebagai beban, tapi sebagai kebutuhan ruhani. Karena ketika hati benar-benar larut dalam ibadah, kita akan menemukan ketenangan yang tak bisa digantikan oleh apa pun di dunia ini.