SERAYUNEWS— Pembangunan ibu kota baru Nusantara, IKN, digembar-gemborkan akan menawarkan banyak kemajuan bagi Indonesia. Namun, di sisi lain juga menawarkan persoalan.
Masyarakat pribumi di Pulau Kalimantan yang wilayah mereka merupakan lokasi IKN bisa terusir dari tanah leluhur mereka dan terpaksa pindah.
Suku Balik dan Paser yang mendiami zona inti IKN menolak pindah karena merasa lahan tersebut adalah identitas mereka. Namun, karena banyak yang tidak memiliki dokumen yang layak atas tanah mereka, orang Balik sulit bernegosiasi dengan pemerintah.
Oleh karena itu, Otorita Ibu Kota Nusantara atau OIKN melayangkan surat kepada warga RT 05 Pemaluan, Kalimantan Timur. Surat itu menjelaskan, rumah warga di RT 05 Pemaluan harus segera mengalami pembongkaran karena tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang Wilayah Pembangunan IKN pada tanggal 29 Agustus 2023 dan 4 hingga 6 Oktober 2023.
Di wilayah tersebut terdapat Kampung Tua Sabut yang warga Suku Balik dan Suku Paser huni, jauh sebelum RTRW IKN. Bahkan mereka ada sebelum proyek pemindahan Ibu Kota Negara. Rencananya daerah Pemaluan, nantinya akan menjadi kawasan inti pusat pemerintahan IKN.
Sejumlah anggota DPR RI menyoroti dugaan upaya pengusiran demi pembangunan Ibu Kota Negara di Nusantara, Kalimantan Timur. Mereka meminta pertanggungjawaban atas isu yang beredar kepada Kepala Otorita IKN Bambang Susantono.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rosiyati MH Thamrin, menyinggung surat dari Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN. Otorita IKN memberikan tenggat waktu 7 hari bagi warga untuk membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan. Belakangan, OIKN mengklaim telah menarik kembali surat itu.
“Ini waktu diberi satu minggu. Sayang sekali. Kalau masyarakat sudah lama ada di sana, kita jangan sampai menindas masyarakat di sana,” ungkap Rosiyati dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Senin, (15/3/2024).
Aus Hidayat Nur selaku Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, juga menyinggung kasus permintaan membongkar bangunan rumah milik warga yang tinggal di RT 006, Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kalimatan Timur.
“Ini kan wilayahnya yang sudah lama ada di situ tapi diperlakukan tidak pantas dengan adanya ultimatum yang disebut sudah dicabut. Apakah karena OIKN akan bertemu Komisi II jadi dicabut? Mudah-mudahan ultimatum tidak akan ada lagi di situ,” kata Aus.
Namun, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono membantah hal itu. Dia menegaskan, tidak ada penggusuran semena-mena.
Bambang mengatakan, semua tindakan akan mereka sosialisasikan secara baik. Menurutnya yang paling penting adalah tertib tata ruang.
“Enggak ada gusur-gusuran. Tidak ada penggusuran semena-mena. Semuanya nanti kita akan sosialisasikan dengan baik. Semua dibicarakan dengan baik, kan gitu,” ujar Bambang.
Lantas bagaimana dengan surat sebelumnya? Otorita IKN melalui Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan mengeluarkan Surat Nomor: 179/DPP/OIKN/III/2024. Surat itu perihal undangan arahan atas pelanggaran pembangunan yang tidak berizin dan atau tidak sesuai dengan tata ruang IKN pada 4 Maret 2024.
Dalam surat tersebut, otorita IKN memberi jangka waktu 1 pekan kepada masyarakat setempat untuk meninggalkan kawasan pembangunan. Menanggapi itu, Deputi Otorita IKN Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat, Alimuddin berujar, surat tersebut sudah tak lagi berlaku.
“Tidak ada (pemberian jangka waktu 7 hari agar masyarakat adat pindah). Sudah gugur surat itu, jangan dilebar-lebarkan lagi. Bulan puasa berapa hari, 1 bulan. Kalau pun ada, nanti kita akan sosialisasi ke masyarakat,” ujar Alimuddin (14/3/2024).*** (O Gozali)