“Jangan terlalu lembut, agar tekstur singkongnya masih berasa,” kata Bariyah, istrinya.
Di bagian lain, Bariyah tak kalah sibuk memarut kelapa hingga menjadi ampas. Ampas ini kemudian diberi garam secukupnya hingga tercampur rata. “Ampas ini sebagai taburan di atas singkong yang sudah menjadi gethuk itu tadi. Jangan lupa menikmati getuknya ditemani secangkir teh atau kopi, biar rasanya lebih mantap,” tambahnya.
Begitulah rutinitas keseharian di rumah pasangan suami istri pengusaha getuk singkong merk ‘Nylekitho’ di Jalan Wahidin, Gang Buntu, Kelurahan Sidakaya, Kecamatan Cilacap Selatan. “Saya meneruskan usaha Mbah Sawinem, nenek saya sejak 1980. Eman-eman (sayang) kalau tidak dilanjutkan karena sudah banyak pelanggannya,” ujar Bariyah membuka cerita.
Lanjut Bariyah, gethuknya memiliki cita rasa khas pedesaan yang menjadi daya tarik para konsumen. Mbah Sawinem awalnya berjualan di lapak jajanan di area Pasar Buntu, Kabupaten Banyumas.
“Dagangannya nyaris tidak pernah sepi. Waktu itu tidak hanya gethuk, namun juga jajanan tradisional lain seperti cethil, gatot, klepon, sawud, cingkik, kepok, mata roda dan lain-lain,” ungkapnya.
Selanjutnya pada 2018 dengan dukungan penuh dari suami, Bariyah mantap melanjutkan usaha sang nenek. Ia memilih produk gethuk tumbuk berbahan dasar singkong yang dipatenkan dengan merk khas jajanan Banyumas, ‘Nylekitho’.
“Saya buat kemasan dan label yang menarik, sehingga merasa lebih optimis dan percaya diri. Untuk menjaga rasa, produksi gethuk tetap dilakukan manual,” tegasnya.
Bariyah lalu memberanikan diri berjualan di pasar kuliner Cilacap, Cia-cia, dan membuka kios di ajang Sunday Morning stadion Wijayakusuma Cilacap. Tak lama berselang ia juga membuka satu lapak di area food court sebuah supermarket ternama di Cilacap.
“Kami juga ikut meramaikan pasar kuliner Car Free Day (CFD) di alun-alun kota Cilacap,” tambahnya.
Gethuk tumbuk Nylekitho kini sudah dikenal di kalangan pecinta jajanan tradisional. Pesanan juga datang dari instansi, untuk rapat, arisan maupun hajatan. Bahan baku singkong memanfaatkan sumber daya lokal dan sebagian dari daerah lain.
“Karena singkongnya harus memiliki kandungan aci rendah dan gula merahnya harus murni dari nira,” lanjut Bariyah.
Saat ini Suwaryan dan Bariyah telah menjadi mitra binaan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap dan memiliki 5 orang pekerja dengan upah harian, ditambah tenaga pemasaran. Diakui Waryan, awal pandemi Covid-19 pada Februari 2020, sempat memukul usaha mereka.
“Alhamdulillah, berkat program kemitraan Pertamina kami merasa sangat terbantu,” ucapnya.
Sejak menjadi mitra Pertamina, Waryan mengakui mendapat banyak pelatihan tentang strategi pemasaran, terutama pemasaran di saat pandemi dan cara mengenali karakteristik pelanggan. Dampaknya omzet gethuk Nylekitho meningkat tajam.
“Sekarang omzet kami mencapai 30 hingga 40 jutaan dari yang semula hanya 4 jutaan per bulan,” ucapnya bersyukur.
Waryan terus melakukan inovasi dengan mengembangkan varian produk dan penyajian agar bisa memenuhi keinginan pelanggan.
“Berkat dukungan Pertamina pula kami bisa membuat inovasi pengemasan sesuai tren dengan teknik marketing media sosial. Selain itu menerapkan sistem titip jual ke beberapa kantin atau toko makanan di Cilacap,” katanya.
Sementara itu momentum Idhul Fitri 1422 H, berdampak positif dengan lonjakan pemasukan. Dikatakan, tradisi masyarakat Cilacap merayakan lebaran bersama keluarga menjadi peluang menyajikan menu jajanan tradsional. “Meski pemerintah memberlakukan aturan tidak mudik, pesanan gethuk nylekitho pada moment ini mampu menaikkan usaha kami,” imbuh Waryan.
Hatim Ilwan, Area Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina Refinery Unit IV Cilacap memastikan, setiap mitra binaan Pertamina mendapatkan perhatian dan pendampingan penuh dari perusahaan.
“Kewajiban kami tidak hanya memberikan stimulus dalam hal pendanaan tapi juga memberikan pelatihan hingga para mitra kami dapat berkembang dan Insya Allah sampai sukses,” jelasnya.