
SERAYUNEWS – Media sosial kembali menghadirkan perbincangan hangat seputar gaya hidup dan kepedulian lingkungan. Cek profil Nico Hernawan.
Kali ini, platform TikTok diramaikan oleh konten ajakan Go Vegan yang diunggah akun @bahagia.vegan8.
Video-video tersebut menyebar luas dan memicu diskusi panjang di kalangan warganet, mulai dari dukungan penuh hingga kritik tajam. Pemilik akun tersebut diketahui bernama Nico Hernawan.
Dalam kontennya, Nico kerap menyampaikan pandangan bahwa konsumsi daging dan produk hewani berkaitan erat dengan penderitaan binatang serta kerusakan lingkungan.
Ia menilai bahwa beralih menjadi vegan sepenuhnya merupakan salah satu solusi untuk menyelamatkan bumi dari krisis iklim.
Salah satu pernyataan Nico yang paling sering dikutip berbunyi, “Nggak ada yang ikhlas diambil nyawanya secara paksa, Go Vegan!,” ujar Nico dalam salah satu videonya yang viral.
Kalimat tersebut menjadi pemicu utama perdebatan, karena menyentuh aspek moral, etika, dan kebiasaan makan masyarakat.
Meski tidak banyak mengungkap kehidupan pribadinya, Nico Hernawan dikenal sebagai individu yang konsisten mengampanyekan gaya hidup vegan.
Ia menggunakan TikTok sebagai medium utama untuk menyampaikan pesan, memanfaatkan format video singkat yang mudah dikonsumsi dan cepat menyebar.
Gaya penyampaian Nico cenderung lugas dan konfrontatif.
Ia tidak hanya mengajak, tetapi juga mengkritik kebiasaan konsumsi daging yang menurutnya sudah dianggap wajar tanpa mempertimbangkan dampaknya.
Pendekatan ini membuat pesannya mudah viral, tetapi sekaligus memunculkan resistensi dari sebagian masyarakat.
Bagi pendukungnya, Nico dianggap berani menyuarakan isu yang jarang dibahas secara terbuka.
Namun bagi yang menolak, ajakan tersebut dinilai terlalu menyederhanakan persoalan kompleks yang melibatkan budaya, ekonomi, dan kebutuhan gizi.
Pandangan bahwa pola makan vegan dapat membantu menyelamatkan bumi bukanlah isu baru.
Sejumlah penelitian internasional menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi produk hewani memang berpotensi menurunkan tekanan terhadap lingkungan.
Pola makan vegan disebut mampu menghasilkan 75 persen lebih sedikit emisi gas, sehingga berkontribusi pada penurunan risiko pemanasan global, polusi air, dan penggunaan lahan berlebihan.
Selain itu, kerusakan ekosistem satwa liar dapat ditekan hingga 66 persen, sementara penggunaan air bisa berkurang sekitar 54 persen.
Namun demikian, para ahli juga menekankan bahwa perubahan pola makan tidak bisa dilakukan secara instan.
Tidak semua orang dapat langsung beralih menjadi vegan karena adanya faktor kesehatan, sosial, dan ekonomi yang perlu dipertimbangkan secara matang.
Studi lain yang meneliti puluhan ribu pola makan menunjukkan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi memiliki dampak lingkungan lebih besar dibandingkan metode produksinya.
Bahkan produk daging yang diproduksi secara organik tetap memberikan kontribusi terhadap emisi gas rumah kaca.
Temuan ini memunculkan wacana perlunya kebijakan yang mengatur konsumsi produk hewani.
Namun di sisi lain, pemerintah di berbagai negara cenderung menegaskan bahwa pilihan makanan merupakan hak individu yang tidak bisa diatur secara ketat.
Profesor dari Oxford University, Peter Scarborough, menyatakan bahwa pilihan diet masyarakat memiliki pengaruh besar terhadap jejak karbon global.
Menurutnya, pengurangan konsumsi produk hewani, meskipun tidak sepenuhnya vegan, tetap dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan.
Sistem pangan global saat ini menjadi salah satu penyumbang utama kerusakan lingkungan.
Aktivitas pertanian dan peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar.
Selain itu, sekitar 70 persen air tawar duniadigunakan untuk sektor pangan, sementara 80 persen polusi sungai dan danau juga berasal dari aktivitas ini.
Penggunaan lahan manusia yang mencapai 75 persen turut mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati akibat pembukaan hutan secara masif.
Dalam konteks ini, pengurangan konsumsi produk hewani memang dianggap sebagai salah satu langkah strategis, meski bukan satu-satunya solusi.
Profesor dari University of Reading, Richard Tiffin, menyebut bahwa meskipun gaya hidup vegan secara teori dapat menurunkan emisi gas, perubahan ekstrem dan mendadak sulit diterapkan oleh sebagian besar masyarakat.
Penelitian lain menyimpulkan bahwa keberlanjutan produksi pangan global membutuhkan pengurangan konsumsi produk hewani secara signifikan, terutama di negara maju.
Namun para ahli sepakat bahwa solusi lingkungan tidak bisa hanya bertumpu pada satu pendekatan.
Aliansi Kesehatan Inggris, misalnya, pernah merekomendasikan pola makan berkelanjutan yang didukung oleh pelabelan lingkungan pada produk pangan, pembatasan promosi, serta pajak untuk makanan dengan emisi karbon tinggi.
Sementara itu, pemerintah menekankan bahwa target nol emisi karbon juga bisa dicapai melalui pengelolaan peternakan yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Viralnya konten Go Vegan yang dibagikan Nico Hernawan menunjukkan bahwa isu konsumsi pangan kini menjadi perhatian publik yang semakin luas.
Terlepas dari pro dan kontra, perbincangan ini membuka ruang diskusi bahwa pilihan makanan tidak hanya berkaitan dengan selera, tetapi juga menyentuh aspek etika, lingkungan, dan keberlanjutan bumi di masa depan.***