Cilacap, serayunews.com
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Sarjono berharap seluruh kelompok nelayan di Cilacap tetap menggelar adat budaya sedekah laut dengan memperhatikan protokol kesehatan. Oleh sebab itu, pihaknya akan menggelar prosesi sedekah laut di masing-masing kelompok karena masih dalam situasi pandemi Covid-19.
Menurutnya, acara sedekah laut hanya menjalankan ritual intinya saja, yakni ruwatan dan larungan jolen. Sedangkan acara yang lain seperti arak-arakan dan hiburan ditiadakan. Namun untuk acara ritual lain tetap dilaksanakan seperti ziarah ke makam petilasan kasepuhan dan nyekar yang digelar pada Kamis Wage (26/08) dan selanjutnya acara sakral berupa ruwatan dan larungan jolen pada Jumat Kliwon (27/08).
“Nanti kita akan rapatkan dulu dengan tokoh nelayan, untuk menyatukan persepsi agar tidak berjalan sendiri, sehingga berangkat bersama dari masing-masing kelompok dengan jam yang sama dan tidak menimbulkan kerumunan”, ujarnya.
Selain itu, pihaknya berharap agar semua kelompok nelayan bisa menggelar acara tersebut sebagai bentuk syukur, serta mengharapkan perolehan tangkapan ikan melimpah dan diberikan keselamatan di laut.
“Kita berdoa dan ucap rasa syukur kepada Alloh SWT, terus meminta perlindungan juga kepada mbaurekso yang ada di pantai selatan memberikan kesehatan, keselamatan kepada semua nelayan, diberikan rejeki yang berkah dan diberikan ikan yang melimpah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Nelayan Pandarangan Cilacap Tarmuji menyampaikan, bahwa dikelompoknya juga sudah mulai dibentuk kepanitian dalam jumlah yang terbatas. Menurutnya sedekah laut tetap digelar karena adat budaya yang tidak boleh ditinggalkan nelayan.
“Kita tetap mengadakan, sudah membentuk panitia, mengakomodir anggaran dan sudah mulai membikin jolen,” ujarnya.
Menurutnya, tradisi adat budaya sedekah laut yang didigelar pada masa pandemi dinilai memprihatinkan, sebab kegiatan masih digelar secara sederhana, serta sesuai kemampuan yang terbatas. Kondisi tersebut berbeda dengan tahun sebelum pandemi, yang digelar secara meriah.
“Hampir 95% kegiatan dikurangi, dari arak-arakan, hiburan dan yang mengundang kerumunan dikurangi, kita hanya melaksanakan pembuatan jolen, malam tirakatan, paginya dilarung ke Majeti, siangnya kita tumpengan, itu pun terbatas hanya 25 orang,” ujarnya.