SERAYUNEWS – Salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Air yang ada di Kabupaten Banyumas yaitu PLTA Ketenger. Termasuk salah satu dari 8 sub unit dari Unit Pembangkitan Mrica atau biasa disingkat UP Mrica di Jawa Tengah.
Mengapa pemerintah menamai pembangkit listrik di Desa Melung ini dengan PLTA Ketenger? Meskipun, sebagian besar bangunan pembangkit dan perkantoran berada di Desa Melung.
Jawabannya adalah karena waduk muntu yang sebagai pusat pengendalian air, berada di wilayah Grumbul Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden.
PLTA Ketenger ini merupakan peninggalan masa pemerintahan Hindia Belanda mulai tahun 1932. Hingga saat ini, masih beroperasi dan terus dikembangkan sehingga dapat mensuplai listrik.
Selanjutnya, PLTA Ketenger memiliki bentuk yang bisa dibilang unik. Pasalnya, terbuat dari pipa berukuran besar dan panjang, bahkan sampai harus melewati perbukitan yang ada di Desa Melung dan Ketenger.
Selain itu, karena melalui perbuktikan maka bentuknya pun naik turun mengikuti kontur tanah di lahan pembangunan. Walaupun terkesan mistis, tak sedikit wisatawan berswafoto karena Instagramable.
PLTA Ketenger memanfaatkan aliran Sungai Banjaran dengan luas lahan mencapai 4 hektar yang berada di Desa Ketenger, Kecamatan Baturaden, Purwokerto.
PLTA Ketenger ini terdiri dari sebanyak 2 unit. Masing-masing berkapasitas 3.5 MW, 1 unit kapasitas 1 MW, dan 1 unit lainnya mempunyai kapasitas 0.5 MW.
Tak heran, Energi listrik yang dihasilkan PLTA ketenger disalurkan ke berbagai daerah. Antara lain Purwokerto, Purbalingga, Gombong, Karanganyar, Kebumen dan pompa air Gambarsari serta pesanggrahan melalui saluran tinggi 30 kV.
Menurut keterangan yang tercantum pada laman Pemerintah Desa Melung, PLTA Ketenger telah disurvei oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun itu. Lalu, pelaksanaan pembangunannya dilaksanakan pada tahun 1935.
Sedangkan, selesai pada tahun 1939 oleh kontraktor Hindia Belanda NV. ANIEM 9 (N.V. Algemeene Nederlandsch Indische Electriciteit Maatchappy) untuk mesin unit 1 dan 2 dengan daya terpasang masing – masing 3,52 MW.
Berikutnya, pada tahun 1998 – 1999, di bangun kembali (renovasi) untuk mesin 3 dengan daya terpasang 1 MW oleh kontraktor PT. Dirga Bratasena Engenering Medan.
Untuk analisis mengenai dampak lingkungannya sendiri dilakukan oleh tim pusat studi kependudukan dan lingkungan hidup lembaga penelitian Universitas Diponegoro Semarang dan disetujui oleh pihak Komisi AMDAL Pusat Departemen Pertambangan dan Energi di Jakarta.
Tak hanya sampai di situ, terus mengalami pengembangan pada tahun 2008. Dibangun kembali atau renovasi mesin 4 dengan daya terpasang 0,5 MW sehingga total daya terpasang adalah 8,5 MW.
Itulah sejarah PLTA Ketenger yang memiliki bentuk yang unik dari peninggalan zaman Hindia Belanda pada tahun 1939. Semoga bermanfaat!