SERAYUNEWS- Fenomena “Anomali Tung Tung Sahur” tengah menjadi sorotan publik. Karakter absurd berbasis AI ini mendadak jadi perbincangan publik setelah digunakan dalam game Garena Free Fire tanpa izin dari kreatornya, Noxa, seorang konten kreator AI asal Indonesia.
Noxa, melalui akun TikTok-nya, mengungkapkan kekecewaannya karena Garena ia duga menggunakan desain yang menyerupai karyanya dalam salah satu bundle karakter, tanpa melakukan komunikasi terlebih dahulu.
“Saya tahu ini nggak bisa di-copyright, tapi setidaknya ada etika. Saya sudah chat, tapi tidak dijawab. Ini game nomor satu di Indonesia, loh,” ungkap Noxa dalam salah satu unggahannya.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan informasi selengkapnya mengenai siapa Noxa, pencipta karakter Anomali Tung Tung Sahur? apalagi sedang viral Kasus Royalti dengan Garena Free Fire.
Noxa kita kenal sebagai kreator AI yang aktif mengeksplorasi tren absurd bernama brainrot, di mana karakter-karakter aneh dan jenaka ia ciptakan dengan bantuan generator AI visual.
Salah satu hasil karyanya yang viral adalah “Anomali Tung Tung Sahur” karakter dengan desain surreal yang booming selama Ramadan 2025 dan telah kita kenal luas hingga mancanegara.
Karya ini merupakan hasil dari proses kreatif berbasis prompt yang Noxa buat sendiri, menjadikannya bentuk eksperimen AI yang unik.
Masalah bermula ketika Garena merilis bundle baru di game Free Fire dengan karakter yang ia nilai sangat mirip dengan “Tung Tung Sahur”.
Tanpa adanya kolaborasi atau izin resmi, kemiripan ini memicu kemarahan Noxa dan pendukungnya.
Ia pun mempertanyakan apakah etis bagi perusahaan sebesar Garena menggunakan desain AI tanpa pengakuan atau imbalan terhadap penciptanya.
Unggahan Noxa langsung viral dan memicu perdebatan publik soal hak kekayaan intelektual atas karya AI.
Salah satu pokok persoalan dalam kasus ini adalah belum adanya perlindungan hukum yang jelas untuk karya berbasis AI di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku saat ini, karya yang tidak sepenuhnya dihasilkan oleh manusia tidak memiliki kekuatan hukum untuk diklaim secara eksklusif.
Namun banyak pihak menilai, meskipun secara hukum karya AI belum dapat perlindungan, proses kreatif berupa penyusunan prompt dan ide tetap layak kita hargai.
“Tanpa Noxa, desain Tung Tung Sahur tidak akan ada. AI hanya alat. Kreativitas tetap milik manusia,” komentar salah satu netizen yang membela sang kreator.
Reaksi publik pun terbagi dua. Sebagian mendukung Noxa atas dasar moral dan etika. Namun, tidak sedikit pula yang menganggap bahwa karya AI bebas digunakan siapa pun karena tidak memiliki hak cipta sah.
Hingga kini, Garena belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan yang Noxa layangkan. Akun media sosial resmi Free Fire bahkan penuh komentar warganet yang meminta klarifikasi dan penghapusan desain yang diduga menjiplak karakter Noxa.
Kasus Noxa dan “Tung Tung Sahur” menjadi contoh nyata tantangan baru di era kecerdasan buatan. Meski karya berbasis AI bisa viral dan berdampak besar, pengakuan dan penghargaan terhadap penciptanya masih dipertanyakan.
Indonesia, yang belum memiliki regulasi hak cipta khusus terkait karya AI, perlu segera merespons agar para kreator lokal tidak terus-menerus dirugikan dalam persaingan global yang semakin kompleks.
Kontroversi antara Noxa dan Garena Free Fire tidak sekadar soal visual karakter game. Ini adalah potret dilematis dunia digital saat hukum tertinggal dari teknologi.
Kasus ini menjadi sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk memperjelas posisi karya AI dalam sistem hukum hak cipta nasional.