SERAYUNEWS – Dalam kehidupan sehari-hari, pelanggaran lalu lintas merupakan hal yang tidak jarang terjadi.
Salah satu tindakan penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut dikenal dengan istilah tilang.
Meski umum terdengar, tak sedikit yang belum mengetahui bahwa istilah ini sebenarnya merupakan singkatan, dan prosedur pelaksanaannya telah diatur secara resmi dalam peraturan pemerintah.
Penting untuk memahami proses penindakan ini agar masyarakat tidak salah kaprah dalam menyikapinya.
Tilang merupakan kependekan dari “bukti pelanggaran.” Berdasarkan definisi resmi, tilang adalah dokumen yang dijadikan sebagai alat bukti atas pelanggaran lalu lintas.
Hal ini dijelaskan dalam peraturan yang mengatur tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor serta penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas.
Format tilang yang digunakan di lapangan pun telah ditentukan secara baku oleh pemerintah.
Biasanya, tilang diberikan dalam bentuk surat. Di dalamnya tercantum informasi seperti identitas pelanggar dan kendaraan, pasal yang dilanggar, waktu serta lokasi kejadian, barang bukti yang disita, dan jumlah uang titipan denda.
Selain itu, informasi mengenai tempat sidang, pernyataan pelimpahan ke pengadilan, serta tanda tangan pelanggar dan petugas juga dicantumkan.
Saat terjadi pelanggaran, aparat berwenang akan menghentikan pengendara untuk melakukan pemeriksaan.
Petugas wajib menunjukkan identitas serta menjelaskan alasan pemberhentian secara sopan dan jelas, termasuk pasal yang dilanggar serta besaran denda yang berlaku.
Pengendara memiliki dua pilihan: menerima pelanggaran dan mengambil slip biru untuk membayar denda, atau menolak tuduhan dan memilih jalur persidangan dengan slip merah.
Jika memilih sidang, pengadilan akan menentukan putusan setelah mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak.
Biasanya, sidang sekitar satu minggu setelah pelanggaran terjadi.
Dalam proses ini, segala bentuk pemberian uang kepada petugas sebagai upaya menyelesaikan kasus tanpa prosedur resmi dianggap sebagai suap.
Tindakan tersebut tergolong pelanggaran hukum dan dapat dikenai hukuman, baik bagi pelanggar maupun petugas yang menerima.
Pada tahun 2025, sistem penilangan berbasis poin mulai diberlakukan di Indonesia. Pemilik Surat Izin Mengemudi (SIM) kini memiliki batas maksimal 12 poin per tahun.
Setiap pelanggaran lalu lintas akan mengurangi jumlah poin ini sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan.
Jika poin mencapai ambang tertentu, pelanggar dapat dikenai sanksi, seperti penahanan SIM sementara atau pencabutannya berdasarkan putusan pengadilan.
Dalam kasus pencabutan, pemilik SIM harus mengikuti pelatihan mengemudi sebelum bisa mengajukan permohonan SIM baru.
Bagi yang akumulasi pelanggarannya melebihi 18 poin, maka tidak hanya dilarang memperpanjang, tetapi juga mengganti SIM hingga prosedur pemulihan diselesaikan sesuai ketentuan.
Penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas melalui sistem tilang telah diatur secara sistematis, baik dalam bentuk surat maupun sistem poin.
Memahami prosedur dan sanksi yang berlaku dapat membantu menghindari kesalahpahaman serta potensi konsekuensi hukum yang lebih serius.