SERAYUNEWS – Tradisi ngapati atau mapati merupakan salah satu tradisi yang melekat pada masyarakat Jawa.
Masyarakat Jawa masih memegang teguh tradisi ini ketika memasuki usia kandungan 4 bulan.
Sejatinya tradisi mapati atau ngapati ini merupakan bentuk rasa syukur, serta doa agar sang buah hati nantinya tumbuh menjadi sosok yang baik dan patuh terhadap agama.
Sebagai orang Jawa, tradisi ini perlu tetap kita lestarikan, karena mengandung nilai luhur dan baik untuk keselamatan buah hati serta ibu yang mengandung.
Tradisi ini dilakukan oleh orang Jawa dengan beberapa rangkaian acara.
Ini merupakan upaya untuk mendoakan jabang bayi agar sehat selalu dan sebagai ucapan rasa syukur telah mendapat karunia momongan.
Saat usia kandungan 4 bulan, juga dalam Islam, memiliki arti sang janin akan diberi nyawa oleh malaikat.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaanya, ngapati biasanya akan mengundang banyak orang untuk melakukan doa bersama agar sang jabang bayi tumbuh menjadi pribadi yang baik.
Tradisi ini biasanya berlangsung di kediaman sang istri atau bisa juga di rumah pasangan calon orang tua.
Setelah melakukan pengajian dan pembacaan doa, pemilik hajat menyiapkan makanan seperti bubur merah putih, nasi tumpeng, jajanan pasar, dan kupat sumpel.
Tradisi ngapati masyarakat sebut juga sebagai ngupati, maka kupat sumpel yang menjadi hidangan juga biasanya ada pada besek yang untuk para tamu yang ikut mendoakan.
Tradisi ini bertumbuh dan kembang di masyarakat Jawa yang mayoritas memeluk agama Islam.
Namun, dalam Islam sendiri acara mapati sebenarnya bukan sebuah kewajiban. Namun, kegiatan yang baik berupa doa juga tidak bukan kesalahan dan termasuk kegiatan yang positif.
Mengacu pada Al-Quran dan Hadits tentang proses terciptanya manusia, bahwa pada umur kandungan 120 hari atau 4 bulan, akan ada malaikat yang meniupkan ruh kepada jabang bayi.
Begitulah, tradisi ngapati yang masyarakat Jawa Islam lakukan. Masyarakat Jawa selalu melambangkan proses dalam hidup dengan melakukan tradisi berupa slametan.
Maka dari itu, sebaiknya menjaga budaya untuk tetap lestari dan berpegang teguh terhadap apa yang kita percayai.***(Umi Uswatun Hasanah)