SERAYUNEWS – Pemerintah kembali menggulirkan wacana perubahan kebijakan penting terkait aparatur sipil negara (ASN), yakni kenaikan batas usia pensiun.
Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Nasional, Zudan Arif Fakrullah, mengusulkan agar batas usia pensiun PNS diperpanjang hingga maksimal 70 tahun.
Usulan ini telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR RI, dan Menteri PANRB.
Latar Belakang Usulan Kenaikan Batas Usia Pensiun PNS
Zudan yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan bahwa tujuan dari usulan ini adalah untuk memberikan ruang yang lebih panjang bagi pengembangan karier ASN.
Dengan memperpanjang masa kerja, diharapkan para pegawai negeri dapat mengoptimalkan keahlian dan kontribusinya dalam birokrasi serta pembangunan nasional.
Rincian usulan tersebut meliputi batas usia pensiun yang berbeda-beda sesuai dengan jabatan struktural.
Untuk Pejabat Pimpinan Tinggi (JPT) Utama diusulkan mencapai 65 tahun, JPT Madya atau Eselon I menjadi 63 tahun, JPT Pratama atau Eselon II menjadi 62 tahun, serta Eselon III dan IV menjadi 60 tahun.
Sementara itu, Jabatan Fungsional Utama akan mendapat perpanjangan hingga usia 70 tahun.
Tren Kenaikan Usia Pensiun di Indonesia
Usulan kenaikan usia pensiun PNS ini sebenarnya sejalan dengan tren yang tengah berlangsung di Indonesia.
Pemerintah telah secara bertahap meningkatkan usia pensiun bagi pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Mulai 2025, usia pensiun resmi dinaikkan menjadi 59 tahun. Kenaikan ini bukan yang pertama, sebab sebelumnya usia pensiun naik dari 57 tahun pada 2019, menjadi 58 tahun pada 2022, dan kini menjadi 59 tahun.
Pemerintah juga telah menetapkan bahwa usia pensiun akan terus naik setiap tiga tahun sekali hingga mencapai 65 tahun pada 2043.
Dengan kebijakan ini, diharapkan para pekerja memiliki waktu lebih lama untuk mengumpulkan dana pensiun, sehingga saat pensiun tiba, mereka telah memiliki jaminan finansial yang cukup.
Kenaikan usia pensiun juga mencerminkan perubahan demografi, di mana harapan hidup masyarakat Indonesia meningkat dan beban jaminan sosial perlu diseimbangkan.
Namun, implementasi kebijakan ini tidak serta merta mudah, karena harus mempertimbangkan kapasitas produktivitas pekerja lanjut usia, serta regenerasi tenaga kerja muda yang masuk ke pasar kerja.
Dampak Positif dan Tantangan dari Usulan Ini
Jika usulan ini disetujui, maka akan ada berbagai dampak positif maupun tantangan yang harus dihadapi.
Dari sisi positif, perpanjangan usia pensiun memungkinkan negara untuk mempertahankan SDM yang berpengalaman lebih lama dalam sistem birokrasi.
Hal ini juga dapat mengurangi beban keuangan negara terhadap pensiun dini dan memaksimalkan investasi dalam pelatihan dan pengembangan ASN.
Namun demikian, perpanjangan usia kerja juga dapat menimbulkan tantangan tersendiri.
Salah satu isu utama adalah stagnasi karier bagi pegawai yang lebih muda.
Ketika pegawai senior bekerja lebih lama, rotasi jabatan dan promosi bisa tersendat.
Hal ini dikhawatirkan menghambat regenerasi birokrasi dan membuat ASN muda kehilangan motivasi.
Tantangan lainnya adalah terkait kesehatan dan produktivitas pegawai yang sudah memasuki usia lanjut.
Tidak semua individu dapat mempertahankan tingkat energi dan ketajaman berpikir yang sama di usia 60 tahun ke atas.
Oleh karena itu, perlu ada mekanisme evaluasi berkala untuk menilai apakah seorang ASN masih layak untuk terus aktif bekerja hingga usia pensiun maksimal.
Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi struktur anggaran negara, terutama dalam hal pembiayaan gaji dan tunjangan.
Pemerintah perlu melakukan perencanaan matang agar perpanjangan masa kerja tidak memberatkan beban fiskal negara.
Kesimpulan
Usulan kenaikan batas usia pensiun PNS hingga 70 tahun mencerminkan langkah adaptif terhadap perubahan demografi dan kebutuhan birokrasi modern.
Meskipun berpotensi memberikan manfaat besar, kebijakan ini juga harus dilengkapi dengan perencanaan matang dan pendekatan evaluatif agar tidak menimbulkan stagnasi dan masalah produktivitas dalam tubuh ASN.
Kolaborasi lintas lembaga dan kajian akademik sangat dibutuhkan agar kebijakan ini dapat diterapkan secara adil dan efisien.